REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Lembaga Sensor Film (LSF) Perwakilan di daerah segera dibentuk. Di Jatim, Pemprov Jatim telah menyediakan tempat sebagai kantor perwakilan LSF.
Ketua LSF Pusat, Ahmad Yani Basuki menyatakan keinginan membentuk badan sensor di setiap daerah. Tujuannya, agar film karya sineas daerah bisa dinikmati tanpa perlu disensor oleh LSF Pusat tapi cukup oleh LSF perwakilan. Sehingga kearifan lokal masing-masing daerah tetap terjaga.
Terkait SDM, LSF akan melakukan seleksi secara ketat dengan syarat berasal dari daerah setempat. Para karyawan LSF perwakilan akan memiliki status setara Pegawai Negeri.
“Jatim adalah salah satu barometer perfilman Indonesia. Banyak karya film-film lokal di sini, jumlah channel stasiun televisi asal Jatim juga banyak. Hampir tiap kabupaten/kota memiliki stasiun televisi sendiri,” katanya saat melakukan kunjungan ke Pemprov Jatim, Rabu (7/9).
Ahmad Yani menambahkan, saat ini ia miris dengan banyaknya kasus-kasus kriminal yang terjadi di negeri ini. Di antara kasus tersebut banyak diakibatkan dari pelaku yang terinspirasi tayangan televisi maupun tontonan online dari perangkat elektronik mereka.
“Karena itulah kami meluncurkan Gerakan Budaya Sensor Mandiri ini dalam peringatan 100 tahun LSF Indonesia pada Maret lalu. Untuk menyukseskan gerakan ini, LSF tentu tak bisa jalan sendirian. Karenanya, dibutuhkan peran aktif dari masyarakat untuk membantu LSF memperketat penyensoran terhadap sebuah film,” katanya.
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo mendukung Gerakan Budaya Sensor Mandiri yang dicanangkan LSF pusat. Gerakan tersebut mengajak dan melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mandiri dalam memilah dan memilih tayangan serta tontonan yang pas dan layak bagi dirinya.
Untuk menyukseskan gerakan ini Pakde Karwo, sapaan akrabnya, langsung menyanggupi untuk menyediakan tempat yang akan digunakan sebagai kantor perwakilan LSF Jatim. Tujuannya, agar film karya sineas Jatim bisa dinikmati tanpa perlu disensor oleh LSF Pusat. Hasil sensornya pun disesuaikan dengan kearifan lokal asal Jatim.
“Jadi nanti tontonan yang dinikmati masyarakat Jatim bisa berkualitas, sesuai peruntukannya, beragam, namun tanpa menghilangkan kultur khas Jatim. Kami sepakat dan mendukung sepenuhnya gerakan ini. Kami siap bekerja sama dengan LSF untuk mendirikan kantor perwakilan LSF di Jatim,” ujarnya.
Menurut Pakde Karwo gerakan tersebut penting karena di era globalisasi ini sedang terjadi perang budaya. Artinya, budaya-budaya asing yang begitu bebas dan berlawanan dengan kearifan lokal kini sedang menginvansi bangsa ini, khususnya para generasi muda melalui tayangan televisi dan video yang bisa diakses lewat perangkat elektronik.
Dengan adanya gerakan tersebut diharapkan mampu menyadarkan masyarakat agar menyaksikan tontonan yang sesuai dengan peruntukannya. Masyarakat juga diharapkan dapat memberikan pengawasan ekstra terhadap anak saat bermain dengan perangkat elektronik mereka.