Jumat 09 Sep 2016 07:22 WIB

Anda Punya Hak untuk Tahu, Gunakanlah

Warga mengurus sertifikasi tanah di mobil pelayanan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larista) di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), Jakarta, Ahad (4/10).   (Republika/Yasin Habibi)
Warga mengurus sertifikasi tanah di mobil pelayanan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larista) di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), Jakarta, Ahad (4/10). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,PANGKALPINANG – Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta masyarakat untuk menggunakan hak untuk mengetahui informasinya terhadap apa yang dilakukan oleh badan publik. Dengan menggunakan hak tersebut, maka Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik bisa berjalan sebagaimana mestinya.

“Masyarakat punya hak untuk tahu. Kalau hak nya tak digunakan maka badan publik akan tidur sehingga Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tidak berjalan. Tapi kalau masyarakat menggunakan haknya, maka undang-undangnya berjalan,” kata Komisioner KIP, Henny S Widyaningsih pada acara sosialisasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Sungailiat, Bangka Belitung, Kamis (8/9).

Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan penyelengaraan negara. Selain itu, dananya juga berasal dari uang negara yakni APBN atau APBD.

Adapun contoh kasus  permintaan informasi publik adalah, ada seorang  warga yang memiliki surat-surat tanah yang lengkap dan resmi yang dimiliki oleh orangtuanya yang sudah meninggal. Dari surat itu, si warga mengetahui jika orangtuanya memiliki tanah di suatu daerah.

Kemudian, ketika si warga ini ingin melihat tanah orang tuanya di daerah itu, ternyata tanahnya sudah dibangun menjadi sebuah tempat rekreasi oleh pihak swasta. “Nah, dia heran bagaimana mungkin bahwa tanah yang surat-suratnya masih dia pegang secara sah dan resmi dan belum pernah dijual oleh orang tuanya ternyata diserobot dan dibangun bangunan permanen,” kata Henny saat menceritakan kasus itu.

Kemudian, si warga ini menanyakan masalah ini kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) di daerah itu untuk mendapatkan hak informasi atas masalah itu. Namun, dijawab oleh pejabat BPN itu bahwa informasi mengenai tanah itu tak bisa diberikan karena merupakan rahasia negara.

“Nah ini lah penyakitnya, senjata pejabat atau badan publik untuk menutup-nutupi sebuah informasi adalah menyatakan rahasia negara,” kata Henny.

Karena itu, si warga tadi menggunakan hak untuk tahunya dengan melaporkan ke Komisi Informasi yang ada di daerah. Setelah dilaporkan, maka ini menjadi sengketa informasi.“Komisi Informasi kemudian menyidangkan kasus ini dengan memanggil kedua belah pihak,” kata Henny.

Dari sinilah diketahui bahwa BPN tersebut salah dengan tidak memberikan informasi itu. Memang ada aturan informasi yang dikecualikan. Namun, karena ada sidang sengketa informasi, diketahui mana-mana saja informasi yang bisa diberikan dan tidak bisa diberikan.  “Akhirnya diputuskan bahwa BPN tersebut wajib memberikan penjelasan dan informasi mengenai tanah itu,” kata Henny.

Komisioner KIP lainnya, Rumadi Ahmad, mengatakan, keterbukaan informasi publik yang diatur dengan pembuatan undang-undang lahir sebagai tuntutan konstitusi. Yakni, pasal 28 F UUD 1945 yang menjamin setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.

“Jadi tuntutan negara demokrasi itu adalah adanya transparansi dan akuntabilitas dari penyelenggaraan negara. Apalagi pengawasan terhadap badan publik perlu dioptimalkan,” kata Rumadi.

Karena itu, lanjut Rumadi, jika ada warga yang berhak mengetahui informasi tentang rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, atau proses pengambilan dan alasan keputusan publik,  maka badan publik wajib menyediakan dan memberikan informasi yang cepat, akurat, dan tidak menyesatkan kepada masyarakat yang meminta informasi tersebut.

“Badan publik yang tidak mau memberikan informasinya kepada masyarakat terutama soal anggaran, maka bisa dipidanakan,” kata Rumadi.

Manager Pemberitaan Bangka Pos, Dodi Hendriyanto, yang menjadi pembicara pada diskusi itu mengatakan, selama ini masyarakat jarang yang menggunakan hak untuk tahunya terhadap kegiatan badan publik. Masyarakat ia nilai malah banyak yang mencari tahu kepada wartawan.

“Jika ada masalah BPJS atau dana BOS, malah lapor ke wartawan supaya wartawan mencari informasi. Padahal, mereka seharusnya bisa mencari tahu langsung ke badan publik bersangkutan,” kata Dodi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement