REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, dan politikus PDI Perjuangan, Panda Nababan, sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terhadap tujuh anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 dari Gubernur Sumut nonaktif, Gatot Pujo Nugroho.
"Keduanya menjadi saksi meringankan atas permintaan tersangka BPN (Budiman Pardamean Nadapdap). Posisi KPK memfasilitasi permintaan tersangka, jika saksi tidak hadir itu menjadi hak saksi. Informasi yang digali seputar perkara yang menguatkan keterangan tersangka," kata pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Jumat (9/9).
Budiman saat ditahan pada 5 Agustus 2016 lalu menyampaikan bahwa penerimaan uang tersebut terjadi secara sistemik.
"Ini sistemik, artinya tersistem, yang mengatur siapa? Antara gubernur dan orang-orangnya dan Ketua DPRD dan orangnya, jadi harus semuanya sama, ini kan perpisahan akhir jabatan. Itu gubernur yang sebelumnya (Gatot Pujo Nugroho), tapi dosanya gubernur dosa wakil gubernur (Tengku Erry Nurhadi) juga," kata Budiman pada 5 Agustus 2016.
Menurut Budiman, ia sudah mengembalikan uang suap tersebut, namun tidak menghitungnya. Ia juga mengatakan uang itu terkait dengan pencalonannya sebagai calon anggota legislatif pada 2014 lalu.
Ketujuh tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari Gubernur Sumatra Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terkait dengan pertama, persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatra Utara Tahun Anggaran (TA) 2012.
Kedua, persetujuan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatra Utara TA 2013; ketiga, pengesahan (APBD)Sumut TA 2014.
keempat, pengesahan APBD Sumut TA 2015; kelima, persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumut TA 2014; dan keenam, penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumut TA 2015.
Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait perkara ini, sudah ada lima orang yang dijatuhi vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu Ketua DPRD Sumatra Utara 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar, Ajib Shah, yang divonis 4 tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kemudian, Ketua DPRD Sumatra Utara periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut 2014-2019 dari fraksi Partai Demokrat, Saleh Bangun, divonis 4 tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp 712,9 juta subsider 6 bulan kurungan.
Wakil ketua DPRD Sumatra Utara periode 2009-2014, anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar, Chaidir Ritonga, divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang penggati sebesar Rp 2,3 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Selanjutnya Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dari fraksi PAN Kamaludin Harahap dan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dari fraksi PKS, Sigit Pramono Asri divonis penjara selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah uang pengganti sebesar Rp 355 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terakhir, Wakil Ketua DPRD Sumatra Utara 2009-2014, Kamaluddin Harahap, dijatuhi pidana penjara 4 tahun 8 bulan ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara sekaligus uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar.
Sedangkan Gubernur Gatot Pujo Nugroho belum didakwa dalam perkara ini dan masih menjalani masa hukuman karena menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dan politisi partai Nasdem Patrice Rio Capella.