Jumat 09 Sep 2016 14:21 WIB

'Pengembalian Status WNI Arcandra Jangan Jadi Preseden Buruk'

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Bayu Hermawan
Foto siluet mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Foto siluet mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pereira mempertanyakan cepatnya pengembalian status WNI Arcandra Tahar. Ia menilai, proses pemberian WNI Arcandra terkesan dipaksakan dan dianggap memiliki keistimewaan dibandingkan lainnya. 

"Jangan sampai jadi preseden buruk kita dalam menyikapi kasus ini," katanya.

Hugo menjelaskan selama UU kewarganegaraan belum berubah, tidak sepatutnya pemaksaan seperti ini dilakukan. "Terlalu cepat prosesnya bagi seorang yang kehilangan status WNI," ucapnya.

Ia menjelaskan, seseorang yang menerima status warga negara lain, otomatis akan kehilangan statusnya sebagai WNI. Untuk mengembalikan status WNI, ia katakan, harus mengikuti prosedur yang sama dengan warga lainnya yakni menetap selama lima tahun secara berturut-turut atau 10 tahun secara tidak berturut-turut.

Hugo menambahkan sejumlah pertimbangan yang diambil pemerintah dalam hal ini, bukan tidak mungkin memunculkan perdebatan.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah telah mengukuhkan kembali status WNI Arcandra Tahar sejak 1 September 2016. Sebelumnya dia diketahui memiliki dwi kewarganegaraan dengan memegang paspor Amerika Serikat.

Meski status WNI Arcandra tidak pernah dicabut pemerintah, namun secara hukum materiil dia telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Hal itu berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan yang menyebutkan status WNI seseorang hilang jika yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauan sendiri.

Presiden Joko Widodo memberhentikan Arcandra Tahar dari jabatannya sebagai Menteri ESDM pada 14 Agustus 2016 karena masalah kewarganegaraan dan menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Plt Menteri ESDM.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement