Jumat 09 Sep 2016 15:29 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hentikan Sementara Kasus RAPP

Rep: melisa riska putri/ Red: Budi Raharjo
Hutan tanaman industri bahan baku pulp dan kertas terlihat dari udara di Provinsi Riau. (ilustrasi)
Foto: Antara/FB Anggoro
Hutan tanaman industri bahan baku pulp dan kertas terlihat dari udara di Provinsi Riau. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutuskan untuk meninjau ulang dugaan pembukaan lahan dan kanal yang dilakukan PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Langkah itu diambil setelah mendengarkan penjelasan dari manajemen RAPP.

"Kalau kanal dibangun dan pembukaan lahan itu masih kita kaji ulang apakah memang betul merupakan pembukaan lahan baru," ujar Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, Jumat (9/9).

Ia mengatakan, berdasarkan penyampaian Presiden Direktur PT RAPP  Toni Wenas, pembukaan lahan merupakan hasil sebelum terjadinya kebakaran. Kasus tersebut akan dikaji ulang Badan Restorasi Gambut (BRG) dan sementara diberhentikan, namun tidak ada penyegelan di areal milik PT RAPP. Pemberhentian dilakukan dalam waktu secepat mungkin hingga peta yang dibuat BRG dan KLHK diselesaikan dengan baik. 

Terkait pembukaan lahan dan pembuatan kanal, Presiden Direktur PT RAPP Tony Wenas mengatakan, itu merupakan pembukaan sekat bakar dan kantong air sebagai bagian pencegahan dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ia pun mengaku akan sangat kooperatif dengan pemerintah dan bersama-sama melaksanakan komitmen. 

"Kita selalu patuh dengan aturan dan semua yang kita lakukan sesuai dengan SK yang kita dapatkan dari KLHK," ujarnya.

PT RAPP sebelumnya dilaporkan melakukan pelanggaran dalam pembukaan lahan baru dan pembuatan kanal di wilayah lahan mereka di Desa Bagan Melibur, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Pembukaan lahan dan pembuatan kanal baru dinilai sebuah pelanggaran.

Kepala badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan, saat ini semua pembukaan lahan gambut oleh perusahaan sudah dihentikan. Hal tesebut dilakukan sesuai dengan perintah Presiden untuk moratorium hingga BRG dan KLHK selesai memetakan lahan gambut di Indonesia, khususnya di tujuh provinsi dan menetapkan mana fungsi lindung dan mana fungsi budidaya. "Sebelum itu selesai, tidak ada yang dibuka. Kalau ada yang melanggar ya akan ada denda," ujarnya.

Ia mengatakan, berdasarkan laporan RAPP, pembukaan lahan yang diduga dilakukan merupakan bagian dari rencana kerja tahunan tahun sebelumnya. "Dan di sana mereka ingin tanam pohon ceritanya, jadi bukan pembukaan lahan baru drainase tapi itu sudah ada sejak RKT sebelumnya yg terjadi kebakaran," jelas Nazir.

Untuk itu, BRG dan KLHK meminta perusahaan menyesuaikan kembali rencana kerja umum (RKU) berbasis  peta yang telah disiapkan BRG dan LHK.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement