REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengadakan pembicaraan dengan Presiden Indonesia Joko Widodo mengenai terpidana kasus narkotika Mary Jane Veloso, Jumat (9/9). Namun, belum ada rincian khusus mengenai bagaimana nasib Veloso yang terancam hukuman mati di Tanah Air.
Pada Mei 2015, Veloso tidak jadi dieksekusi pada detik-detik terakhir. Sebelumnya, mantan presiden Filipina Benigno Aquino III telah mengajukan banding ke pengadilan Indonesia dan membuat penangguhan hukuman mati terhadapnya.
"Pembicaraan ini bukan untuk konsumsi publik," ujar Duterte dilansir Inquirer, Jumat (9/9).
Saat ditanya mengenai apakah ada lobi khusus dan pertukaran yang diajukan dengan Jokowi, Duterte mengatakan, ia tetap menghormati proses peradilan masing-masing negara. Sesuai ketentuan, aturan hukum yang dibuat pemerintah harus ditegakkan guna melindungi masyarakat.
Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay Jr mengatakan, dua pemimpin merasa ada kepentingan untuk mengambil tindakan dalam kasus ini menyusul eksekusi yang ditangguhkan. Tentunya, penyelidikan harus tetap dilakukan mengingat ada kemungkinan Veloso adalah korban, bukan pelaku utama.
"Jika kemudian bukti ini ditemukan, Filipina dapat meminta grasi dengan segera," kata Yasay.
Veloso diduga merupakan korban yang direkrut oleh bandar narkotika untuk menyelundupkan obat terlarang itu masuk ke Indonesia. Ia ditangkap membawa 2,5 kilogram kokain dalam lapisan tasnya saat berada di bandara pada 2010, lalu.
"Veloso telah diizinkan untuk mendapat deposisi menyusul kasus yang masih tertunda," kata Yasay menambahkan.