REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak dihentikannya penguruman TKI ke-21 negara di Timur Tengah, praktik penguruman TKI ilegal disebut kian marak. Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobby Alwi mengatakan, maraknya praktik pengiriman TKI ilegal lantaran pengawasan yang dilakukan BNP2TKI sangat lemah.
Berdasarkan data BNP2TKI, saat ini terdapat 1,3 juta TKI yang bekerja di luar negeri secara non-prosedural atau ilegal. "Sebanyak 19 ribu orang dideportasi setiap tahun," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Ahad (11/9).
Bobby menyebut, angka itu hanya perkiraan dari BNP2TKI, karena tidak ada angka akurat tentang jumlah TKI ilegal. Menurutnya, dari dua juta TKI di Malaysia, sekitar 95 persen atau sekitar 1,9 juta orang itu ilegal.
Ia mengungkapkan, maraknya pengiriman TKI ilegal menimbulkan terjadinya tindak pidana penjualan orang alias human trafficking. Ia menyebut, berdasarkan data dari International Organization for Migration (IOM), Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang menjadi korban kejahatan itu.
"Sekitar 8.000 orang menjadi korban human trafficking, sebagian besar mereka merupakan TKI. Harusnya pemerintah memberi perhatian serius terhadap kasus ini. Kalau TKI bisa dicegah, maka penjualan orang pun bisa dihilangkan," kata dia.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menemukan adanya kelalaian BNP2TKI terhadap amanat Undang-Undang dan tidak memberikan perlindungan pada sejumlah TKI. Dalam kurun waktu 2014 dan 2015, terdapat sebanyak 4.259 kasus TKI yang bermasalah pada empat negara, yakni Hongkong, Malaysia, Arab saudi, dan United Arab Emirates. Adapun masalah tersebut ialah 1.646 TKI ingin dipulangkan, 1.334 TKI meninggal dunia, 1.064 TKI tidak dibayar gaji, 762 TKI putus hubungan komunikasi, dan 564 TKI sakit.
"Nusron Wahid malah lebih asyik mendukung urusan Ahok untuk jadi Gubernur Jakarta. Padahal kasus-kasus WNI dan TKI lainnya banyak juga yang tengah menanti atau sudah divonis mati sekitar 200 an orang,” kata Uchok.
Uchok mengungkapkan, dari hasil audit BPK, pengelola keuangan BNP2TKI pada 2015 ditemukan sebanyak 49 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 19.918.446.300. "Dengan besar potensi kerugian negara di BNP2TKI memperlihatkan kepada publik bahwa Kepala BNP2TKI tidak mampu dalam mengelola anggaran negara," kata dia.