REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengungkapkan, alasan koalisi kekeluargaan tidak solid lantaran tidak ada tindak lanjut setelah melakukan deklarasi. Padahal, harusnya deklarasi koalisi kekeluargaan tersebut bisa diikuti komunikasi-komunikasi politik antar partai yang tergabung di dalamnya.
"Memang yang lalu itu pembicaraan (pembentukan koalisi kekeluargaan) itu kan belum jadi. Hanya sepontan saja tujuh partai deklarasi ingin berkoalisi. Tapi kan gak cukup menyampaikan itu kepada publik untuk berkoalisi," kata Siti saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (11/9).
Tidak terjalinnya komunikasi politik di antara ketujuh partai yang tergabung di koalisi kekeluargaan tersebut membuat kesepakatan-kesepakatan tidak tercapai. Bahkan, hingga saat ini tidak dipastikan partai mana yang akan memimpin koalisi tersebut, termasuk pasangan calon yang akan diusung mereka.
"Tidak ada komunikasi atau mungkin berita-berita selanjutnya kalau mereka sudah sepakat bahwa leading party-nya katakan lah PDIP, terus siapa yang mau diusung, lalu nanti cawagubnya dari siapa. Kesepakatan-kesepakatan itu yang sama sekali belum ada geregetnya," kata Siti.
Selain itu, para politisi yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan senantiasa berkata-kata di area yang abu-abu. Sikap ini yang membuat partai mencoba membuat terobosan-terobosan dengan mengusung calon lain, selama itu nantinya mencapai ambang batas dukungan calon.