REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik (ITE) yang baru selesai dibahas Komisi I, memasuki babak baru. Bukan hanya sekadar harmonisasi dengan KUHP, atau revisi pasal karet yang memakan banyak korban, tetapi juga melindungi hak privasi masyarakat secara lebih bertanggungjawab.
Anggota Komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizadi mengatakan, dengan kemenangan judicial review Setnov di MK, rakyat Indonesia lebih terjamin privasi komunikasinya. Bahkan dilindungi oleh konstitusi. Begitupula dengan jelasnya tafsir 'Permufakatan Jahat' memberikan jaminan perlindungan dari upaya kriminalisasi.
Menurut Bobby, setelah hasil final MK ini, di luar perangkat hukum dan intelejen negara, dilarang keras melakukan penyadapan dan rekaman ilegal pribadi yang di sebar.
"Keputusan MK ini tidak hanya untuk Setnov, tapi privasi publik menjadi terlindungi secara konstitusional. Komisi I akan memastikan Revisi UU ITE akan mengatur juga mengenai cyberbullying agar masyarakat terlindungi dari upaya 'pembunuhan karakter' di ruang publik, baik dari fitnah atau mobilisasi opini negatif," kata Bobby, di Jakarta, dalam keterangan persnya, Ahad (11/9).
Politikus Golkar itu mengatakan, hal inilah yang menjadi babak baru revisi UU ITE, di mana sekarang hak privasi masyarakat terlindungi, sebagai jawaban atas kekhawatiran banyak pihak atas pasal karet di UU ITE.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan mantan Ketua DPR Setya Novanto terkait penafsiran 'pemufakatan jahat' dan rekaman dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terkait permintaan saham PT Freeport.
MK memutuskan, makna pemufakatan jahat yang diatur dalam UU Tipikor multitasir. Sedangkan, rekaman yang dijadikan alat bukti atas dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden tidak sah karena tidak dilakukan aparat penegak hukum.