REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang masa pendaftaran Pilkada DKI Jakarta, 21 September 2016, pola koalisi partai politik dan gambaran calon gubernur DKI Jakarta mulai terlihat. Beberapa pihak menilai potensi Pilkada DKI dengan empat pasang calon mungkin terjadi.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, mau tidak mau partai politik di DKI harus bergegas. Selain PDI P, partai-partai harus bergabung untuk berkoalisi dan tentu tidak mudah menemukan kata sepakat.
"Awalnya banyak pihak khawatir bila di Pilkada DKI terjadi calon tunggal, tapi faktanya bisa dipastikan hal itu tidak terjadi. Justru yang muncul lebih dari dua, dan berpotensi empat pasang calon," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (11/9).
Artinya sudah jelas pejawat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diusung tiga partai, yaitu Nasdem, Hanura, dan Golkar. PDI akan memunculkan kadernya sendiri. Gerindra dan PKS sudah muncul mengusung pasangan calonnya, dan masih ada Demokrat, PKB, PAN dan PPP yang bisa jadi muncul dengan calon yang disepakati bersama.
Dengan fakta ini, berarti ada potensi empat pasangan calon, minus calon perseorangan. Itu pun kalau lolos persyaraannya di KPUD. Gambaran itu, menurutnya yang terbaca di publik sampai hari ini.
"Nah, apabila nanti terdapat tiga atau empat pasangan calon dengan tidak ada posisi yang dominan atau mayoritas, maka yang sangat berpotensi terjadi ialah dua putaran. Sehingga nanti bisa jadi ada kesan bahwa pejawat akan masuk putaran kedua, seperti Pilkada DKI 2012," ujarnya.
Ia memandang memang strategi ini yang sedang dipersiapkan partai-partai dengan koalisi di luar partai pendukung Pejawat. Walaupun faktanya dulu koalisi Kekeluargaan tidak dianjutkan bersama.
Namun strategi dua putaran ini, menurut dia memang telah disiapkan. "Menyusun strategi agar mereka tidak gigit jari, dengan adanya potensi empat pasang calon nanti," katanya.