Senin 12 Sep 2016 11:25 WIB

Presiden Filipina Dinilai Hormati Hukum RI Soal Eksekusi Mary Jane

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Kunjungan Rodrigo Duterte. Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendapat sambutan dari anak-anak dengan baju adat saat upacara penyambutan kunjungan kenegaraan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (9/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Kunjungan Rodrigo Duterte. Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendapat sambutan dari anak-anak dengan baju adat saat upacara penyambutan kunjungan kenegaraan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menurut pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar, sikap Presiden Filipina Rodrigo Duterte mempersilakan dilaksanakannya hukuman mati terhadap warganya, Mary Jane tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap kedaulatan hukum di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte mempersilakan Indonesia jika ingin mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane. Eksekusi mati Mary Jane sempat ditunda lantaran masih ada kasus hukum yang belum diselesaikan di negaranya.

"Yang menyangkut Filipina adalah hukuman mati terhadap Mary Jane. Saya kira ini persoalan-persoalan yang dapat diselesaikan. Dalam perspektif hukum masing-masing negara punya kedaulatan masing-masing. Karena itu kalau ada penyelesaian Duterte, dia menghormati hukum Indonesia sehingga apa yang terjadi terhadap Mary Jane ya diberlakukan saja kedaulatan hukum Indonesia," kata Fickar kepada Republika.co.id, Senin (12/9).

Ia menilai, sikap Duterte tersebut tak bisa diartikan sebagai sikap menyetujui hukuman mati yang dijatuhkan kepada Mary Jane. Sebab, meskipun ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas dalam memerangi narkotika, sebagai kepala negara Duterte masih memiliki kewajiban untuk melindungi warganya. Karena itu, Fickar menilai Duterte juga masih akan berupaya untuk memproses perkara Mary Jane dan memberikan bukti baru bahwa warganya tersebut sebagai korban.

"Ketika dia di Indonesia bukan menyetujui tapi menghormati hukum Indonesia. Tapi kalau ada bukti baru Mary Jane bukan pelaku utama tapi korban, maka bukti itu bisa dijadikan untuk melakukan peninjauan kembali. Karena itu meskipun ada pertentangan dia menyetujui hukuman mati tapi di sisi lain dia sebagai kepala negara dia harus bertanggung jawab terhadap warganya," kata dia.

Fickar mengatakan kunjungan Presiden Filipina ke Indonesia tersebut sebagai langkah untuk mempererat persahabatan dua negara. Selain itu, kunjungan tersebut juga dapat dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang akhir-akhir ini terjadi yang juga melibatkan Indonesia dan Filipina. Hal itu seperti masalah penyanderaan WNI oleh kelompok bersenjata Filipina, kasus jamaah haji Indonesia di Filipina, serta kasus Mary Jane.

Senin pagi ini, Presiden Jokowi menyampaikan hasil pertemuannya dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte kemarin. Menurut Jokowi, Duterte mempersilakan Indonesia apabila ingin melaksanakan eksekusi mati terhadap Mary Jane, terpidana kasus narkoba.

Jokowi pun menjelaskan perihal kasus Mary Jane yang menyelundupkan heroin seberat 2,6 kg ke Indonesia serta penundaan eksekusi mati oleh pemerintah terhadap Mary Jane beberapa bulan yang lalu. Namun, Jokowi tak menyampaikan apakah proses hukum Mary Jane di Filipina sudah selesai atau belum.

"Presiden Duterte saat itu menyampaikan 'silakan kalau mau dieksekusi'," kata Jokowi seusai melaksanakan shalat Idul Adha di Masjid At-Tsauroh, Serang, Senin (12/9).

Baca juga: Cerita Jokowi yang Buat Duterte Persilakan Eksekusi Mary Jane

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement