REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Jika tak ada aral melintang, sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di Kota Bogor akan berjualan di lokasi yang sama. Rencana itu menyusul akan dibangunnya sentra kuliner yang melibatkan sejumlah PKL.
Sentra kuliner itu sedianya akan dibangun PT Dhonika di Taman Heulang dan Jl Ciremai. Menurut Direktur PT Dhonika, Agung Dhoni mengatakan bahwa rencana ini juga bertujuan meningkatkan potensi dan produktivitas Pedagang Kaki Lima
(PKL) yang menggunakan lahan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Caranya dengan merevitalisasi lahan, sarana dan prasarana, termasuk sarana kebersihan.
“Melalui pusat kuliner ini kami ingin bekerjasama untuk branding produk minuman Sosro,” kata Agung, baru-baru ini.
Menanggapi itu, Wali Kota Bogor Bima Arya menekankan bentuk kerja sama yang dapat dilakukan, seperti pengelolaan lahan berupa kerjasama manfaat atau sewa. Kemudian yang juga menjadi pertimbangan adalah proses relokasi PKL eksisting selama pembangunan sarana dan pengelolaan aspek sanitasi.
Bila dicapai kesepakatan, prediksi lama pekerjaan untuk membangun dua sentra kuliner tersebut sekitar 4-5 bulan. Namun memperhatikan lokasi di Jalan Ciremai yang sudah terisi PKL eksisting, maka kemungkinan revitalisasi di lokasi tersebut akan memakan waktu lebih lama karena akan dilakukan secara bertahap.
Penataan PKL juga dilakukan di kawasan Car Free Day (CFD) di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. Penataan tersebut akan diawali dengan melakukan pendataan kepada para PKL yang kerap berjualan di lokasi ini.
"Yang pertama kita (Pemkot) data semua (PKL). Kita akan prioritaskan warga sekitar. Jadi yang bukan berasal dari warga sekitar nanti dulu, karena kita inginnya prioritaskan warga sekitar," kata Bima.
Kedua, Pemkot Bogor akan mengatur semua PKL yang ada di CFD agar tidak berjualan hingga masuk ke badan jalan. Semuanya akan ditarik ke belakang supaya rapi. Nantinya, semua PKL juga akan diberi tanda identitas. Sehingga bagi mereka yang tidak memilikinya otomatis tidak boleh berjualan.
Meski begitu, para PKL ini masih diberikan toleransi untuk tetap berjualan di lokasi CFD. Tetapi, mereka ini harus mengikuti beberapa aturan dan catatan yang diberikan Pemkot Bogor. Ini tak lain agar kawasan terlihat lebih rapi dan tertata. Intinya, semua PKL akan ditarik ke belakang, tidak diperbolehkan berjualan di badan jalan.
CFD kini memang lebih banyak didominasi PKL dibanding warga yang berolahraga. Selain PKL, kendaraan roda empat juga tidak diperbolehkan masuk ke dalam kawasan CFD. Selain itu, tidak ada penambahan jam CFD yang sebelumnya sudah ditentukan dari pukul 06.00-09.00 WIB. Pun tidak diperkenankan adanya kegiatan politik atau semacamnya.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor Eko Prabowo mengatakan, pihaknya menurunkan anggota untuk melakukan penataan pedagang. Baik itu pedagang yang sudah lama berjualan di lokasi tersebut atau hanya pedagang insidentil. Setelah pendataan, pedagang akan diberikan tanda pengenal atau nametag sebagai tanda ijin untuk berjualan di kawasan CFD. "Name tag berlaku selama tiga bulan dan akan dievaluasi," kata mantan Kepala Satpol PP tersebut.
Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Bogor Kota Prasetyo menyebutkan, memang terdapat banyak protes dari warga Bogor Tengah yang berdomisili di belakang kawasan CFD. Utamanya soal akses jalan. Tapi ketidakteraturan dari pedagang juga membuat pengaturan menjadi sulit. Sehingga memang diperlukan pendataan dari kecamatan selaku yang mempunyai wilayah.
"CFD harus tetap berjalan seperti biasa jangan diberhentikan karena jika sering off akan terkesan Pemkot Bogor tidak tegas," ujarnya.