REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menyalurkan bibit bawang merah impor kepada sejumlah petani. Hal ini diharap bisa menekan harga bawang merah yang harganya sangat tergantung dari harga bibit.
Namun, bibit yang disalurkan oleh pemerintah disebut kurang memiliki kualitas bagus. Dengan kualitas seperti itu petani justru harus merogoh kocek lebih banyak dalam hal operasional.
"Kalau bibit memang dari lama sudah sampai. Tapi secara kualitas masih jelek. Kalau kita dari petani, ya ini belum sesuai. Walaupun sudah berlabel dan bersertifikasi tetap saja kurang bagus," kata Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Regional Cirebon, Rahmat, Selasa (13/9).
Rahmat menjelaskan, sebelum ada bibit impor yang didatangkan baru-baru ini, pemerintah daerah baik Kabupatn/Kota maupun Provinsi memang memiliki program dalam pemberian benih bawang merah. Namun dari dulu, bibit ini kerap memiliki kualitas kurang baik. Sehingga banyak petani enggan mengambil bibit tersebut meski digratiskan oleh pemerintah.
Bibit yang kurang berkualitas terlihat dari ciri-ciri fisik yang berbeda dengan bibit bawang merah kualitas baik. Salah satunya terdapat bibit yang agak busuk.
Dengan bibit yang kurang berkualitas, petani harus mengeluarkan biaya operasional yang tidak sedikit seperti pembelian pestisida lebih banyak. Karena bibit yang kurang baik lebih mudah terkena penyakit.
Selain itu, sejumlah petani yang mengambil bibit dari pemerintah juga sempat mengalami gagal panen karena bawang yang ditanam tidak sesuai dengan ekspetasi petani atau mengakibatkan gagal panen. "Dulu ada anggota yang nyoba dan akhirnya gagal panen dengan luasan area dua hektare. Ini disayangkan," paparnya.