REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian menjalani pemeriksaan perdana penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan proyek di Dinas Pendidikan dan dinas lain Kabupaten Banyuasin.
"(Ditanya) 13 pertanyaan," kata Yan saat keluar gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/9).
Yan diketahui masuk ke Gedung KPK sekitar pukul 09.30 WIB, diperiksa selama enam jam, dan keluar pada 15.50 WIB. Namun, Politikus Golkar ini enggan mengungkapkan detail pernyataan yang dicecar penyidik KPK kepadanya. Termasuk soal uang dugaan suap sekitar Rp 1 miliar guna keperluan ia dan istrinya menjalankan ibadah haji.
"Tanya ke lawyer (Heru Widodo) ya," ujarnya.
Adapun, kuasa hukum Yan, Heru Widodo yang dikonfirmasi setelahnya menjelaskan, penyidikan hari ini oleh penyidik masih seputar awal kasus yang menjerat Yan. Menurutnya, belum ada pertanyaan lebih jauh terkait dugaan suap yang menyeret lima tersangka tersebut.
"Ini kan baru perdana, jadi masih seputar riwayat pekerjaan sama tugas dan kewajiban mereka masing-masing," kata Heru.
Dia juga memastikan, penyidik belum menyasar soal uang yang diterima kliennya tersebut dalam pemeriksaan hari ini. "Belum ada itu, belum, nanti di pemeriksaan lanjutan ya," katanya.
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Yan Anton Ferdian sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (5/9) kemarin.
Ia disangka menerima suap Rp 1 Miliar terkait ijon pengadaan proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin, dimana uangnya diperuntukan untuk keperluan menunaikan ibadah haji.
Tak hanya Bupati berusia 32 tahun itu, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka, yakni Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Banyuasin Umar Usman, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pemkab Banyuasin Darus Rustami, Kasie Pembangunan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Sutaryo, dan satu orang pengepul bernama Kirman, serta pemilik CV Putra Pratama, Zulfikar Muharam yang merupakan pemberi suap.
Yan Anton diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Zulfikar dengan menjanjikan proyek-proyek di Disdik dan dinas lainnya. Diduga, Yan turut melibatkan para anak buahnya dalam ijon proyek-proyek berujung suap tersebut.
Atas perbuatan kelimanya, KPK menjerat Yan Anton, Umar, Darus, Sutaryo, dan Kirman selaku penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebegaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 5 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Zulfikar selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.