REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Indramayu, Dedi Rohendi mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal izin Rumah Sakit Reysa Permata Cikedung, Indramayu.
Menurutnya rumah sakit milik Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi belum memiliki izin operasional dari pemerintahan setempat. Hal itu disampaikannya usai menjalani pemeriksaan di KPK dalam kasus dugaan pencucian uang yang menjerat Rohadi.
"Karena kami belum mengizinkan karena keburu OTT (operasi tangkap tangan kepada Rohadi). Ada beberapa persyaratan yang belum dipenuhi," kata Dedi usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/9).
Dedi menjelaskan sejak awal juga proses mendirikan RS tersebut, Rohadi juga belum memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemkab Indramayu. Begitu pun, sarana dan prasarana rumah sakit yang juga belum memadai.
"Dari sarana dan prasarana juga ada yang belum memenuhi persyaratan, misalnya ada kamar mayat, kamar laundry, dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, rumah sakit itu juga diketahui telah melanggar, lantaran sudah beroperasi meski tak mengantongi izin. Dedi mengatakan, terkait hal ini juga pihaknya telah melaporkan kepada bupati dan pihak terkait untuk menindaklanjuti hal tersebut.
"Kalau di undang-undang kan seperti itu ada (sanksi), tapi pengawas undang-undang bukan kesehatan. Menurut UU, kebetulan itu juga ada di peraturan bupati saya laporkan ke Bupati atau satpol PP, menunggu tindak lanjut mereka yang memberikan tindakan," jelasnya.
Ia menambahkan, terkait pengurusan izin-izin pendirian RS ini, Rohadi selaam ini memerintahkan istrinya, Siti Nurhasanah. Sehingga, dalam izin tersebut tidak mencantumkan nama Rohadi.
Diketahui, Rohadi ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU oleh KPK pada Rabu (31/8) lalu. Adapun penetapan tersangka kepada Rohadi ini merupakan ketiga kalinya.
Sebelumnya ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara Saipul Jamil pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan tersangka dugaan penerimaan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung.
Penerimaan gratifikasi kepada Rohadi berkaitan dalam kapasitasnya sebagai panitera pengganti di PN Jakarta Utara dan PN Bekasi.