Rabu 14 Sep 2016 07:02 WIB

Sembilan 'Dosa' Luhut Saat Putuskan Melanjutkan Reklamasi Teluk Jakarta

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (kedua kanan) menjawab pertanyaan wartawan seusai menggelar rapat terkait revisi PP Nomor 79 Tahun 2010 di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Selasa (23/8).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (kedua kanan) menjawab pertanyaan wartawan seusai menggelar rapat terkait revisi PP Nomor 79 Tahun 2010 di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Selasa (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim), Luhut Binsar Pandjaitan, akhirnya memutuskan untuk meneruskan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Luhut juga menyatakan akan tetap melanjutkan pembangunan Pulau G yang sebelumnya telah dihentikan oleh Menko Maritim terdahulu, Rizal Ramli.

Keputusan Luhut tersebut menuai kecaman sejumlah aktivis dan masyarakat nelayan yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ). Mereka menilai Luhut lebih berpihak kepada kepentingan perusahaan pengembang daripada rakyat banyak.

Salah satu anggota KSTJ, Tigor Gemdita Hutapea mengatakan, sedikitnya ada 9 (sembilan) kesalahan yang dilakukan Luhut ketika memutusakan untuk melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta, khususnya Pulau G. Pertama, Luhut menentang pernyataan Presiden yang meminta agar pemerintah jangan sampai dikendalikan oleh swasta dalam mengambil kebijakan terkait pembangunan di kawasan pesisir utara Jakarta.

Baca juga, Luhut Sebut Reklamasi Bakal Untungkan Nelayan.

Kedua, Luhut menyakiti hati nelayan dan memunggungi laut dengan menghilangkan area tangkap nelayan. Selanjutnya, kata dia, Luhut juga memosisikan diri sebagai perusak lingkungan dengan melanjutkan reklamasi yang sudah terbukti akan merusak ekosistem Teluk Jakarta. Keempat, Luhut mendukung dan melindungi korupsi, karena proyek reklamasi Pulau G sendiri sudah diketahui publik sedang diselimuti kasus grand corruption.

Berikutnya, Luhut melecehkan pengadilan yang telah memutuskan reklamasi Teluk Jakarta harus berhenti. “Keenam, Luhut juga melanggar UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena tidak adanya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar kebijakan pemanfaatan ruang di pesisir untuk reklamasi,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement