REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim), Luhut Binsar Pandjaitan, akhirnya memutuskan untuk meneruskan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Luhut juga menyatakan akan tetap melanjutkan pembangunan Pulau G yang sebelumnya telah dihentikan oleh Menko Maritim terdahulu, Rizal Ramli.
Keputusan Luhut tersebut menuai kecaman sejumlah aktivis dan masyarakat nelayan yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ). Mereka menilai Luhut lebih berpihak kepada kepentingan perusahaan pengembang daripada rakyat banyak.
Salah satu anggota KSTJ, Tigor Gemdita Hutapea mengatakan, sedikitnya ada 9 (sembilan) kesalahan yang dilakukan Luhut ketika memutusakan untuk melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta, khususnya Pulau G. Pertama, Luhut menentang pernyataan Presiden yang meminta agar pemerintah jangan sampai dikendalikan oleh swasta dalam mengambil kebijakan terkait pembangunan di kawasan pesisir utara Jakarta.
Baca juga, Luhut Sebut Reklamasi Bakal Untungkan Nelayan.
Kedua, Luhut menyakiti hati nelayan dan memunggungi laut dengan menghilangkan area tangkap nelayan. Selanjutnya, kata dia, Luhut juga memosisikan diri sebagai perusak lingkungan dengan melanjutkan reklamasi yang sudah terbukti akan merusak ekosistem Teluk Jakarta. Keempat, Luhut mendukung dan melindungi korupsi, karena proyek reklamasi Pulau G sendiri sudah diketahui publik sedang diselimuti kasus grand corruption.
Berikutnya, Luhut melecehkan pengadilan yang telah memutuskan reklamasi Teluk Jakarta harus berhenti. “Keenam, Luhut juga melanggar UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena tidak adanya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar kebijakan pemanfaatan ruang di pesisir untuk reklamasi,” ungkapnya.