Rabu 14 Sep 2016 12:36 WIB

Penelitian Ini Ungkap Ancaman Terbesar Militer AS

Obama berbicara kepada pasukan Amerika di pangkalan militer di Bagram Afghanistan
Foto: AP
Obama berbicara kepada pasukan Amerika di pangkalan militer di Bagram Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dampak perubahan iklim telah membahayakan operasi militer AS dan akan meningkatkan potensi konflik internasional, demikian menurut tiga dokumen baru yang ditandatangani oleh sejumlah pensiunan pejabat tinggi angkatan bersenjata Amerika Serikat.

"Satu hal telah menjadi jelas, perubahan iklim saat ini merupakan ancaman strategis yang signifikan bagi keamanan nasional Amerika Serikat. Oleh karena itu, pembiaran bukan merupakan pilihan yang baik," kata sebuah pernyataan tertulis yang dipublikasikan lembaga peneliti di Washington, Center for Climate and Security, Rabu (14/9).

Pernyataan tersebut ditandatangani puluhan mantan pejabat militer dan keamanan senior, termasuk di antaranya adalah mantan pemimpin Komando Pusat Amerika Serikat, Jenderal (Purnawirawan) Anthony Zinni dan mantan kepala Komando Pasifik, Laksamana (Purnawirawan) Samuel Locklear.

Mereka mendesak Presiden Amerika Serikat membentuk jabatan baru setingkat menteri yang bertanggung jawab mengurusi perubahan iklim dan dampaknya terhadap keamanan nasional. Dalam sebuah laporan yang terpisah oleh sejumlah pensiunan pejabat militer, juga dipublikasikan oleh Center for Climate and Security pada hari yang sama, cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi merupakan ancaman tersendiri bagi fasilitas militer Amerika Serikat di daerah garis pantai.

Baca: Duterte Tolak Patroli Laut Cina Selatan Bersama AS

"Hubungan yang rumit antara kenaikan permukaan air laut, badai, dan kesiapan global harus diteliti lebih jauh oleh berbagai lembaga lintas departemen, dari tingkat operasional hingga ke level strategis," kata laporan tersebut.

Pada awal tahun, laporan lain menunjukkan percepatan kenaikan permukaan air sepanjang paruh kedua abad ini akan menimbulkan banjir harian di sejumlah instalasi militer Amerika Serikat. Pendiri dan Presiden lembaga Center for Climate and Security Francesco Fermia, mengatakan laporan-laporan tersebut menunjukkan semua pihak di kalangan militer telah bersepakat mengenai lambatnya peran pemerintah dalam merespons perubahan iklim.

Banyaknya mantan pejabat militer dan keamanan yang menandatangani laporan tersebut juga akan meningkatkan tekanan bagi pemerintah Amerika Serikat mendedikasikan lebih banyak tenaga demi memerangi perubahan iklim. Perubahan iklim hingga kini belum menjadi prioritas utama dalam kampanye calon-calon presiden Amerika Serikat yang lebih lebih mengutamakan persoalan ekonomi, perdagangan, dan politik luar negeri.

Kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump bahkan menyatakan pemanasan global adalah sebuah konsep yang diciptakan oleh dan untuk Cina untuk menghancurkan dunia usaha di Amerika Serikat. Kandidat dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, mengusulkan perubahan menuju sumber energi terbarukan sampai 50 persen pada 2030. Dia juga menjanjikan pengetatan regulasi bagi penambangan minyak yang tidak ramah lingkungan (fracking).

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement