REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembakaran lahan dan hutan merupakan cerminan krisis moral yang terjadi di tengah masyarakat, kata Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia Hayu Prabowo.
"Sejatinya, masalah kebakaran hutan dan lahan adalah krisis moral. Manusia masih memandang alam sebagai objek dan bukan subjek yang harus dilindungi untuk kepentingan seluruh kehidupan makhluk," kata Hayu di Jakarta, Selasa (14/9).
Dia mengatakan, 90 persen lebih kebakaran hutan dan lahan disebabkan ulah tangan manusia.
Maka penanggulangan masalah pembakaran hutan dan lahan harus ditempuh secara intensif lewat banyak cara, salah satunya dengan pendekatan moral.
"Pada titik inilah agama harus tampil berperan untuk mengingatkan manusia agar menahan diri untuk tidak melakukan kerusakan," kata dia.
Pendekatan dengan bahasa agama, kata dia, dapat melengkapi pesan rasionalis sehingga pesan semakin persuasif dan memotivasi masyarakat untuk menjalani kehiduan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
MUI, kata dia, telah mengeluarkan fatwa terkait hukum pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya. Salah satu isi fatwa menyebutkan tindakan membakar hutan dan lahan yang sifatnya merusak dan merugikan lingkungan sekitar adalah haram.
Haram itu berlaku juga bagi pihak yang memfasilitasi, membiarkan dan mengambil untung atas pembakaran. MUI juga memfatwaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sesuai ketentuan hukumnya adalah wajib.
"Fatwa MUI ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pencegahan kebakaran yang merupakan kegiatan inti dari pengendalian kebakaran hutan dan lahan," kata dia.
Fatwa tersebut dirilis MUI yaitu nomor 30 tahun 2016. Keluarnya fatwa berkenaan dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 dan tahun sebelumnya yang mengakibatkan bencana hingga tingkat global dan merugikan berbagai aspek.