REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menyerahkan tersangka kasus gerakan fajar nusantara (Gafatar) kepada Kejaksaan Agung RI. Pada penyerahan tahap kedua tersebut, Polri menyerahkan tersangka sekaligus barang bukti.
"Hasil penyidikan sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan sehingga hari ini akan dilakukan penyerahan tahap kedua," ujar Analis Kebijakan Madya Bidang Pidkor Bareskrim Polri, Kombes Mashudi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/9).
Mashudi menuturkan adapun tiga tersangka tersebut yakni Musadseq selaku orang yang mengaku menjadi nabi, Andre Cahya selaku Presiden Negeri Karunia Semesta Alam, dan Mafhul Muis Tumanirung selaku wakil Presiden. Tiga orang tersebut disangkakan pasal penistaan agama 156 KUHP, Pasal 110 tentang Pemufakatan untuk makar dan Pasal 64 tentang perbuatan yang berlanjut.
Terhadap Musadseq kata dia sebelumnya pada tahun 2004 telah mendirikan ajaran Al-Qiyadah dan telah dinyatakan sesat oleh MUI. Kemudian pada 2009, Musadseq kembali bermetamorfosis menjadi kelompok Millah Abdurrahman yang mana di dalam ajarannya kembali mencampuradukkan kitab Injil, Taurat, dan Alquran.
"Ajarannya sama yaitu Musadeq menyatakan dirinya sebagai nabi dan mencampur adukkan ajaran dari kitab taurat, injil dan al quran, sehingga pengikutnya diajarkan untuk tidak melakukan syariat agama karena saat ini negara kita dianggap sedang berada di zaman jahiliyah. Sehingga ajaran ini dinyatakan sesat oleh MUI," jelasnya.
Ia melanjutkan kemudian para petinggi Gafatar tersebut juga dianggap telah melakukan perbuatan makar karena dua ajaran di dalamnya. Yakni Syiron atau penyebaran agama acara terselubung dan Zahron yakni penyebaran agama secara terbuka
"Lalu mereka eksodus atau hijrah, di mana di akhir tahun 2015 ada pergeseran pengikut gafatar ini ke Borneo yang mana ini dianggap menjadi negeri yang diperjanjikan, sehingga pengikut ini berpindah, ke Mempawah, Ketapang, dan sebagainya," paparnya.
Setelah mereka berhijrah kemudian mereka merencanakan qital atau perang dengan mengumpulkan kekuatan dari pengikutnya. Tujuan perang tersebut untuk menaklukkan sesuatu sehingga mereka mencapai kemenangan. "Lalu yang terakhir mewujudkan negeri yang madinatul al munawarah, atau negeri yang menjalankan syariat sesuai dengan apa yang diajarkan Musadeq," jelasnya.