Kamis 15 Sep 2016 21:50 WIB

Perubahan Iklim Harus Disikapi Pengaruhnya terhadap Pertanian

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Yudha Manggala P Putra
Area pertanian di Bali dengan sistem irigasi Subak (ilustrasi)
Foto: liburankepulaubali.com
Area pertanian di Bali dengan sistem irigasi Subak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Mukti Sardjono menilai Indonesia perlu melakukan berbagai upaya baik mitigasi maupun adaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi. Hal itu perlu ditangani karena mempengaruhi sektor pertanian.

"Perubahan iklim yang melanda berbagai daerah di Indonesia harus dapat disikapi dengan langkah-langkah nyata, sehingga upaya peningkatan produksi untuk tercapainya swasembada berkelanjutan benar-benar dapat diwujudkan," ujarnya dalam seminar 'Sosialisasi Penanganan Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim' di Bogor (15/9).

Menyikapi fenomena perubahan iklim dalam dua tahun terakhir ini, ia melanjutkan, Kementerian Pertanian telah menyelesaikan beberapa permasalahan klasik selama bertahun-tahun terkait upaya swasembada komoditas padi, jagung dan kedelai. Permaslahan itu diselesaikan melalui perbaikan irigasi, subsidi pupuk, penyediaan benih, alsintan dan penyuluhan.

Berbagai upaya yang telah berhasil dilaksanakan adalah berbagai kegiatan dengan dukungan anggaran kontingensi 2014, APBN Refocusing 2015, APBN-P 2015 maupun APBN 2016. "Kegiatan tersebut telah berdampak pada kinerja di lapangan khususnya pada percepatan tanam, meningkatnya Indek pertanaman, meningkatnya luas tambah tanam dan meningkatnya produksi," ujar Mukti.

Ancaman yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan iklim adalah degradasi sumber daya lahan pertanian dan terjadinya fenomena cuaca yang tidak menentu. Dalam jangka pendek, hal itu akan mengakibatkan kegagalan produksi pertanian. Ia mengatakan, keterbatasan dan fragmentasi lahan pertanian serta konversi dan alih fungsi lahan pertanian ikut menambah beban berat pertanian dalam menjaga produktivitasnya.

"Kalau tidak ada langkah strategis untuk antisipasi perubahan iklim, maka upaya untuk tercapainya swasembada pangan menjadi terkendala," ujar Mukti.

Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim tersebut, Kementan  telah menyiapkan dan mengembangkan berbagai paket inovasi teknologi antara lain Kalender Tanam Terpadu untuk tanaman pangan guna mengantisipasi variabilitas iklim. Katam Terpadu ini  dapat diakses oleh siapa saja, baik petani maupun penyuluh dan pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah.

"Sistem Informasi ini merupakan alat bantu yang handal untuk pemandu dan pedoman dalam penyesuaian waktu dan pola tanam tanaman pangan serta teknologi budidaya yang paling tepat," kata dia.

Kemudian, Varietas Unggul Adaptif yang tahan terhadap kekeringan, genangan, berumur genjah, toleran salinitas, rendah emisi gas rumah kaca dan berbagai paket teknologi ramah lingkungan, yang telah dihasilkan oleh jajaran Badan Litbang Pertanian. Selain itu, Kementan secara rutin juga menyiapkan penghitungan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan oleh komoditas pertanian.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Angka Tetap (ATAP) 2015, produksi padi 2015 mencapai 75,4 juta ton GKG atau mengalami kenaikan 4,01 persen dibandingkan 2014. "Naiknya produksi tersebut karena adanya peningkatan areal sekitar 320 ribu hektare dan peningkatan produktifitas sekitar 2,06 kuintal per hektar atau sekitar 4,01 persen," ujar Mukti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement