REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menegaskan kasus ratusan anggota jamaah calon haji Indonesia yang menggunakan paspor Filipina bukan termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan Protokol Palermo, Iqbal menilai dalam kasus itu tidak ada pengaturan perpindahan manusia yang biasanya dilakukan para pelaku untuk tujuan memperoleh pekerja seks atau buruh.
"Dalam kasus ini, yang mengatur tujuan adalah jamaahnya sendiri yaitu untuk naik haji, jadi sindikat ini hanya memfasilitasi tujuan para jamaah tetapi melalui jalur ilegal. Pandangan pribadi saya ini masuk pidana umum di Indonesia," kata Iqbal, Kamis (15/9).
Sementara penyelidikan terhadap penipuan pemberangkatan jamaah calon haji masih berjalan. Ia mengaku belum bisa memastikan apakah pemerintah Filipina menggolongkan kasus tersebut sebagai TPPO.
Yang menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini, kata Iqbal, adalah menangani kepulangan ratusan jamaah WNI secepat mungkin setelah mereka kembali dari ibadah haji melalui Manila pada periode 18-30 September 2016.
"Soal bagaimana konstruksi hukum yang akan dibangun di dalam negeri, itu sepenuhnya wewenang penegak hukum di Indonesia," tuturnya.
Rombongan awal pemulangan jamaah haji Filipina direncanakan akan tiba di Manila pada 19 September dalam tiga kloter yang membawa 1.049 jamaah. Dari jumlah tersebut, terdapat indikasi adanya ratusan warga negara asing menggunakan paspor Filipina, termasuk dari Indonesia dan Malaysia.