Jumat 16 Sep 2016 18:00 WIB

Sejarah di Balik Kemegahan Masjid Faisal Pakistan

Rep: Nina Chairani/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
Masjid Shah Faisal Islamabad, Pakistan.
Foto: flickr.com
Masjid Shah Faisal Islamabad, Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembangunan Masjid Faisal, Islamabad, Pakistan dimulai pada 1966. Yakni, ketika almarhum Raja Faisal bin Abdul Aziz mendukung inisiatif Pemerintah Pakistan untuk membangun sebuah masjid nasional di Islamabad saat kunjungan resmi sang raja ke Pakistan.

Untuk mewujudkan masjid itu, maka diadakanlah sebuah kompetisi internasional pada 1969. Para arsitek dari 17 negara menyerahkan 43 proposal. Karya Vedat Dalokay dari Turkilah yang terpilih. Konstruksi masjid ini dimulai pada 1976 didanai Pemerintah Arab Saudi dengan biaya lebih dari 130 juta riyal Saudi sekitar 120 juta dolar AS sekarang.

(Baca: Masjid Faisal Islamabad Terbesar di Pakistan)

Lantaran peran penting Raja Faisal dalam pendanaan itu, baik masjid dan jalan yang menuju ke sana menggunakan namanya. Penamaan itu diberikan setelah pembunuhan terhadap sang raja terjadi pada 1975. Masjid itu rampung pada 1986, digunakan menjadi markas International Islamic University.

Pada awalnya, banyak kalangan Muslim konservatif mengkritik rancangan masjid ini. Sebab, desainnya yang tidak konvensional dan tak ada struktur kubah tradisional. Tapi, kecaman itu sebagian besar berakhir ketika masjid itu terwujud dan penempatannya di depan Bukit Margalla.

Masjid Faisal adalah karya arsitek Vedat Dalokay yang memenangkan penghargaan Aga Khan untuk bidang arsitektur. Arsitektur masjid ini modern dan unik, tanpa kubah tradisional dan lengkungan yang ada di sebagian besar masjid di seluruh penjuru dunia.

Desain yang tak lazim itu berangkat dari sejarah panjang arsitektur Islam di Asia Selatan, bercampur dengan garis-garis kontemporer dengan penampilan lebih tradisional dari tenda Beduin Arab, dengan ruang shalat segitiga yang luas dan empat menara. Kendati begitu, tak seperti desain masjid tradisional, ini tanpa dome. Minaret meminjam desain mereka dari tradisi Turki dan kurus dan mirip pensil. Masingmasing empat minaret adalah 80 m tingginya, menara tertinggi di Asia Selatan dan berukuran 10 x 10 m.

Dalokay mengajak untuk membayangkan puncak masing-masing empat minaret sebagai sudut tertinggi Ka’bah. Maka akan terbentuk Ka’bah imajiner ditampilkan oleh empat minaret pada empat sudut dari ketinggian hingga dasarnya. Masjid Faisal menyesuaikan diri dengan bentuk Ka’bah secara proporsional. ‘’Saya berusaha menangkap spirit, proporsi, dan geometri Ka’bah dalam bentuk abstraknya,’’ komentar sang arsitek.

Kini bila Anda mengikuti puncak tiap minaret hingga dasar minaret secara diagonal, garis ini bisa membentuk empat sisi piramida di dasar Ka’bah imajiner. Piramida yang posisinya lebih rendah diperlakukan sebagai tubuh yang solid, yakni desain tenda itu. Sementara itu, empat menara dalam puncak mereka melengkapi kubus Ka’bah imajiner.

Masuk dari timur, taman dengan portico menjadi perantara menuju ruang shalat. International Islamic University dipindahkan pada bagian utama, tapi belakangan lembaga itu ditempatkan ke sebuah kampus baru. Perpustakaan hingga kini masih berada di masjid itu. Begitu pula ruang kuliah, museum, dan kafe.

Interior ruang utama ditutupi dengan lantai marmer putih dan dihiasi dengan mosaik dan kaligrafi oleh seniman Pakistan, Sadeqain, dan lampu gantung khas Turki. Pola mosaik memperindah dinding barat. Kaligrafi ayat ditulis lebih dulu di dinding barat dan ayat lain tertulis dalam tulisan kufi awal diulang dalam pola gambar cermin. Keindahan dari rancangan sederhana yang terpilih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement