REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, Hilfira Hamid menyatakan permainan meriam karbit melayu pontianak kini sudah resmi terdaftar dalam hak kekayaan intelektual.
"Proses sidang HKI selama dua hari, yakni tanggal 14-15 September 2016 dan akhirnya ditetapkan di Jakarta, bahwa permainan meriam karbit sebagai permainan tradisional masyarakat Kota Pontianak resmi terdaftar di HKI," kata Hilfira Hamid di Pontianak, Jumat (16/9).
Ia menjelaskan sebenarnya pihaknya sudah mendaftarkan ke HKI sejak dua tahun lalu tetapi baru tahun ini resmi terdaftar di HKI.
Karena, menurut dia, ada beberapa proses di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang perlu dijalani, termasuk sidang penjelasan bagaimana proses lahirnya kebudayaan tersebut dan apa saja kegiatan yang selalu dilaksanakan terkait meriam karbit ini di Kota Pontianak. "Alhamdulillah setelah perjuangan panjang, akhirnya permainan rakyat ini, bisa terdaftar di HAKI," ungkapnya.
Menurut dia, selain permainan meriam karbit, budaya robo-robo dari Kabupaten Mempawah juga sudah resmi terdaftar di HAKI. "Sekarang ada satu lagi dari Pontianak yang sedang dalam proses penetapan HAKI, yaitu motif corak insang," kata Hilfira.
Dalam kesempatan itu, Hilfira menambahkan, masyarakat Kalbar, khususnya Kota Pontianak patut berbangga karena salah satu permainan rakyat yang memiliki nilai sejarah tinggi di Pontianak telah mendapat pengakuan.
Tradisi membunyikan meriam sudah dilakukan sejak sultan pertama Pontianak, yakni pendiri Kota Pontianak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri tahun 1771 Masehi. Pada saat itu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri dan rombongan menembakkan meriam berpeluru sebanyak dua kali.
Pada saat peluru pertama jatuh di tengah hutan belantara, maka disitulah dijadikan lokasi pendirian Istana Kadriah, dan tembakan kedua atau tepatnya peluru kedua mendarat sebagai penanda lokasi pendirian Masjid Jami` Kesultanan Pontianak yang kini letaknya tidak begitu jauh.
Dulunya tradisi memainkan meriam dibunyikan sebagai tanda awal datangnya bulan suci Ramadhan dan tanda berakhirnya bulan Ramadhan, yang hingga kini menjadi tradisi masyarakat Melayu Kota Pontianak dalam menyambut dan memeriahkan malam takbiran.