REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menyampaikan pesan kepada pengganti posisinya tersebut, Luhut Binsar Pandjaitan terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, Luhut diduga telah diseret Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk melanjutkan proyek tersebut.
"Saya rasa saya hanya ingin menyampaikan pesan kepada sahabat saya, teman saya Jenderal Luhut Pandjaitan. Jangan mau diseret-seret ke lumpur oleh gubernur Ahok," ujar pria yang dikenal sebagai Raja Kepret tersebut usai menjadi pembicara dalam dialog di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/9).
Rizal mengatakan, sebelum mengeluarkan kebijakan seharusnya Luhut mendengarkan pendapat menteri-menteri teknis sebelum memutuskan untuk melanjutkan proyek reklamasi yang menyengsarakan rakyat kecil tersebut.
"Karena tentu perlu mendengarkan pendapat semua menteri-menteri teknis, harus mendengarkan proses hukum sebelum mengambil keputusan yang penting dan berdampak pada kehidupan rakyat di Jakarta," ucap dia.
Setelah dicopot dari jabatannya sebagai Menko Maritim, Rizal kini berniat untuk bertarung melawan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang untuk membangun Jakarta dengan tidak menindas rakyat kecil. "Inilah waktunya untuk mengubah Jakarta, tegas tapi tidak hanya tegas pada rakyat miskin. Harus diubah," kata Rizal.
Namun, ia enggan berkomentar banyak soal proyek reklamasi tersebut saat ditanya soal apa yang akan dilakukan dirinya jika menjadi orang nomor satu di ibu kota nanti. Ia menolak menjawab sambil menggerakkan tangannya, mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin berkomentar banyak.
Seperti diketahui, sebelumnya Luhut telah memastikan reklamasi Teluk Jakarta, termasuk Pulau G untuk kembali dilanjutkan. Aspek hukum, lingkungan hidup, dan teknis ketersediaan listrik menjadi alasan untuk meneruskan pembangunan pulau buatan tersebut.
Sebelum itu, Rizal sendiri saat menjadi Menko Maritim telah menghentikan reklamasi Pulau G pada pertengahan tahun ini, dengan alasan membahayakan lingkungan hidup, proyek vital, dan jalur nelayan. Apalagi, pulau itu dibangun di atas kabel listrik, bahkan berdekatan dengan PLTGU Muara Karang, sehingga mengganggu sirkulasi air pembangkit.