REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR) Rudi HB Daman mengatakan keputusan pemerintah untuk memberikan izin bagi kelanjutan reklamasi di Teluk Jakarta merupakan keputusan yang berwatak anti rakyat dan anti demokrasi.
Menurutnya keputusan tersebut menjadi bukti korupnya sistem hukum demi melayani kepentingan investasi asing dan korporasi besar yang mengeruk keuntungan besar terhadap proyek rekamasi.
"Total luas 17 pulau ini ini sekitar 5.100 hektar yang untuk pembangunan property mewah, seperti hotel, apartemen, restoran, mall yang tidak berguna bagi mayoritas rakyat yang lebih membutuhkan tempat tinggal yang layak, jaminan pekerjaan yang layak dan kepastian kerja yang tetap, upah tetap yang sesuai kebutuhan hidup, dan jaminan sosial lainnya yang merupakan hak demokratis," katanya dalan siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (17/9).
Proyek reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta merupakan bagian dari mega proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) yang merupakan proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat. Proyek yang dimulai tahun 2014 terdiri atas reklamasi pantai utara Jakarta (tahap I), konstruksi tanggul terluar (tahap II), dan tembok laut raksasa atau Giant Sea Wall (tahap III).
Rudi mengatakan pemerintah selalu berdalih proyek NCICD mampu mengatasi masalah banjir, sanitasi, dan penyediaan air yang lebih baik, konektivitas yang lebih baik dan pengembangan masyarakat yang berkelanjutan sebagai pra-syarat pengembangan ekonomi berkelanjutan di ibukota negara Indonesia.
Faktanya, lanjut Rudi, pembangun pesisir ibu kota untuk pemukiman dan kegiatan komersial, pusat perdagangan jasa skala internasional, pusat distribusi barang, pelabuhan, industri, pergudangan.
"Program ini membuat banyak penggusuran yang dialami rakyat miskin karena dianggap kumuh, liar, dan menghambat pembangunan dan keindahan kota. Penggusuran di kota ini terintegrasi dengan program mega proyek reklamasi untuk mewujudkan pengembangan ekonomi berkelanjutan yang dikuasai oleh pemilik modal raksasa," tegasnya.
Oleh karena itu, tambah Rudi keputusan tersebut hanya mengutamakan kepentingan kekuatan modal besar monopoli asing dengan merampas hak demokratis rakyat dan menambah beban krisis di pundak rakyat.
Rudi mengatakan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut B Panjaitan yang mengatakan tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan reklamasi di Pantai Utara Jakarta telah menyakiti rakyat.
Jelas, kata Rudi, kelanjutan reklamasi telah menyesengsarakan nelayan, penduduk sekitar pesisir dan seluruh rakyat. Menurutnya reklamasi telah menghancurkan ekonomi rakyat, menambah beban penghidupan massa, merusak lingkungan, memerosotkan kebudayaan massa akibat pembangunan yang lebih mengutamakan mega proyek yang tak berguna bagi rakyat.
"Artinya, keputusan tersebut bersifat korup dan tujuan-tujuan korup," ucapnya.
Rudi mengatakan Front Perjuangan Rakyat berpendirian bahwa keputusan pemerintah tersebut melegitimasi dan mengintensifkan perampasan tanah, mencabut hak hidup rakyat, dan merampas seluruh hak-hak demokratis rakyat. Keputusan tersebut, tambahnya, pasti akan mengintensifkan tindasan melalui kekerasan, intimidasi, dan teror terhadap rakyat.
"Keputusan pemerintah tersebut bersifat korup dan telah menindas aspirasi dan hak demokratis rakyat. Keputusan pemerintah tersebut pasti akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah di berbagai daerah sehingga akan mengintensifkan tindasan yang semakin menyesengsarakan rakyat," katanya.