REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) meminta pemerintah tidak memangkas bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebab, KUR sangat strategis mengatasi pelemahan ekonomi dan ancaman pengangguran.
“Hipmi meminta pemerintah tidak memangkas subsidi bunga KUR,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia melalui siaran pers, Ahad (19/9).
Permintaan ini seiringan dengan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memangkas subsidi KUR. Karena sebelumnya, Kemenkeu memberikan sinyal bawah pemerintah akan memangkas anggaran subsidi bunga sebesar Rp 1 triliun pada tahun depan.
Pemerintah akan mengalokasikan anggaran subsidi untuk bunga KUR pada tahun depan sebesar Rp 9,5 triliun. Alokasi tersebut lebih rendah dari alokasi tahun ini yang mencapai Rp 10,5 triliun.
Bahlil mengatakan, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali dalam memangkas subsidi tersebut.Pasalnya, posisi program pemerintah seperti KUR justru sangat strategis dalam mengatasi dampak pelemahan ekonomi, pemutusan hubungan kerja dan ancaman pengangguran.
Dia memahami, pemerintah sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga dibutuhkan penghematan di sana-sini. Program-program yang tidak penting dan memboroskan uang negara semestinya segera dipangkas. Namun, penyaluran KUR merupakan program yang sangat strategis sebab disalurkan untuk sektor produktif yang dapat mendorong perekonomian rakyat dan menciptakan permintaan domestik (domestic demand) yang kuat.
“Ekonomi kita kan titik lemahnya pada sisi permintaan, KUR bisa bantu disini dan dia ciptakan lapangan kerja serta mencitpakan pengusaha-pengusaha baru,” tutur Bahlil.
Menurut Bahlil, Hipmi bersama Presiden, sudah menyepakati upaya mendorong bunga KUR hingga tujuh persen pada 2017. Dengan demikian, subsidi bunga KUR semestinya ditambah. Namun rencana tersebut akan sulit terealisasi bila pemerintah kemudian memutuskan akan memangkas subsidi tersebut.
Pemerintah beralasan pemangkasan ini sebab melihat minimnya penyerapan anggaran subsidi bunga KUR yakni baru sebesar Rp 1,5 triliun. Pemerintah memperkirakan, penyerapan tahun ini hanya 50 persen atau sekitar Rp 5 triliun.
Hipmi mensinyalir, rendahnya serapan subsidi bunga KUR tersebut disebabkan bank-bank penyalur KUR tidak serius menerapkan bunga single digit. “Sebagian menyalurkan KUR dengan bunga yang normal atau bunga pasar,” ujar Bahlil.
Hal itu terlihat dari tingginya realisasi penyaluran KUR yakni sebesar Rp 58,78 triliun per 31 Juli 2016. Jumlah tersebut mencapai 53,82 persen dari target Rp 109,21 triliun. Realisasi paling besar yakni KUR mikro, yakni mencapai Rp 39,61 triliun atau 56,65 persen dari target.