REPUBLIKA.CO.ID, MULHOUSE -- Majalah sains Europhysics News volume 47/4 Tahun 2016 memuat hasil riset bertajuk “15 Tahun Kemudian: Kajian Fisika di Balik Runtuhnya Bangunan Tinggi”. Riset ini berusaha menemukan penjelasan ilmiah di balik kejadian 9/11 atau runtuhnya Menara Kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001 silam.
Penulis riset ini adalah Steven Jones (profesor fisika Brigham Young University), Robert Korol (profesor teknik sipil McMaster University), Anthony Szamboti (insinyur konstruksi mesin pada industri penerbangan), dan Ted Walter (arsitek dan insinyur 9/11 Truth).
Sebagaimana diketahui, pada pagi 11 September 2001, Menara Kembar WTC runtuh. Sore di hari yang sama, Gedung 7 WTC, terdiri atas 47 lantai, juga rata dengan tanah meskipun tidak ikut ditabrak pesawat terbang. Ketiga bangunan tinggi itu berkerangka baja.
Riset para fisikawan tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan atas hasil investigasi Institut Standar dan Teknologi Nasional (NIST) Amerika Serikat (AS) pada 2008 lalu. NIST sebelumnya memaparkan, kejadian 9/11 cenderung disebabkan oleh kebakaran. Kobaran api meludeskan ketiga bangunan WTC, termasuk kerangka baja yang menopangnya.
Keraguan pun mencuat di kalangan ilmuwan. Sebab, bila simpulan NIST itu sahih, maka kejadian 9/11 adalah satu-satunya peristiwa di mana amukan api bisa meluluhlantakkan bangunan tinggi berkerangka baja. Padahal, lanjut para ilmuwan itu, menara berkerangka baja selogisnya hanya bisa runtuh dalam sekejap dengan cara pembongkaran sengaja (controlled demolition), antara lain menggunakan sejumlah bahan peledak.
Mereka bertolak dari fakta ilmiah bahwa kerangka baja cukup kebal terhadap api. Sebab, gedung 7 WTC memiliki tingkat keselamatan rata-rata sebesar tiga poin. Artinya, butuh sedikitnya 67 persen kekuatan yang hilang dari struktur agar keruntuhan mungkin terjadi. Bangunan mungkin luluh lantak hanya bila struktur baja dipanaskan hingga 660 derajat celsius.
Desain bangunan pencakar langit dibuat sedemikian rupa, sehingga guncangan di satu titik tak akan membuatnya runtuh seluruhnya. “Sepanjang sejarah, ketiga menara berkerangka baja itu pernah mengalami rusak sebagian lantaran kebakaran. Namun, tak satu pun yang runtuh seluruhnya. Malahan, banyak bangunan pencakar langit lainnya yang pernah kebakaran hebat tanpa runtuh total atau kehancuran yang berarti,” demikian kutipan hasil riset tersebut di halaman 22, Europhysics News volume 47/4 2016.
“Setelah ditabrak pesawat terbang saat kejadian 9/11, beban yang ada di bangunan (WTC) hanyalah gravitasi dan kobaran api. Tak ada angin kencang hari itu. Maka para insinyur bingung dan terkejut, kenapa Menara Kembar bisa runtuh total,” lanjutnya di halaman 23.