REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desakan agar pemerintah segera merealisasikan kenaikan harga rokok menjadi minimal Rp 50 ribu per bungkus terus menguat. Namun, selain menaikkan harga rokok, pemerintah diminta tegas mengatur tata niaga rokok yang selama ini begitu semrawut dan terlalu bebas sehingga siapa saja dan di mana saja orang bisa membeli rokok.
Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris meminta pemerintah juga tegas memberi sanksi kepada berbagai pelanggaran terkait rokok terutama kepada para penjual yang masih seenaknya menjual rokok kepada anak-anak.
"Di negara ini, rokok ada di mana-mana. Mulai dari lampu merah, warung hingga supermarket. Bisa dibeli dan dikonsumsi siapa saja, termasuk anak SD sekalipun," kata Fahira, melalui keterangan tertulisnya, Senin (19/9).
Bila kondisi seperti ini terus dibiarkan tak terkendali, dia mengatakan, bisa menjadi pelanggaran undang-undang perlindungan anak. Dimana pemerintah wajib menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal. "Jadi menaikkan harga saja tidak cukup, pemerintah harus menindak tegas para penjual rokok kepada anak," ujarnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan berbagai suvei jumlah anak-anak yang mengosumsi rokok di Indonesia sudah masuk tahap yang mengkhawatirkan. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas), Kemenkes, perokok pemula (usia 10 hingga 14 tahun) naik dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Jika pada 2001 hanya 5,9 persen, pada 2010 naik menjadi 17,5 persen.
Pada 2013, Riskesdas menemukan fakta konsumsi rokok pada kelompok usia 10 hingga 14 tahun mencapai sekitar delapan batang per hari atau 240 batang sebulan. Artinya, anak-anak kita sudah menghabiskan Rp 120 ribu untuk membeli rokok.
Tidak heran, menurutnya jika Global Youth Tobbaco Survei, pada 2014, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negera dengan jumlah perokok anak terbesar. Di mana 20,3 persen anak sekolah usia 13-15 tahun sudah merokok.
Hasil riset ini juga tidak jauh beda dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015 yang menyatakan, penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengonsumsi rokok sebesar 22,57 persen di perkotaan dan 25,05 persen di pedesaan dengan jumlah batang rokok yang dihabiskan selama seminggu mencapai 76 batang di perkotaan dan 80 batang di pedesaan.
"Di Indonesia, orang tua tidak merasa bersalah jika menyuruh anaknya membeli rokok dan menghisap rokok di dekat anaknya. Penjual tidak merasa melanggar hukum menjual rokok kepada anak-anak. Anak-anak kita tanpa rasa takut merokok di ruang-ruang terbuka, dan parahnya semua ini kita anggap hal yang normal," kata Anggota DPD asal Jakarta ini.