REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Waktu pendaftaran Pilkada DKI Jakarta tinggal menghitung hari. Keputusan PDI-P selaku partai pemenang di DKI Jakarta ditunggu berbagai pihak, termasuk bakal calon petahana (pejawat) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego mengatakan, bila nantinya PDI-P memastikan dukungannya ke Ahok. Bisa jadi menurutnya nilai tawar Megawati kini mulai turun karena ada kekuatan lain di PDI-P.
Sebab, kata dia, Megawati sempat tersinggung dengan sikap Ahok di awal-awal yang terlalu percaya diri maju dengan jalur independen. Saat itu, Ahok menafikan peran penting partai politik, bahkan sempat menuduh permainan mahar partai politik di Pilkada.
"Kita tahu Megawati orang yang konsisten menjaga sikap dan nilai politik itu. Tapi orang jadi bertanya-tanya, kenapa sikap Mega kali ini tidak setegas dahulu," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (20/9).
Menurutnya, karakter Megawati yang tidak mau diungguli oleh orang lain itu, terlihat dengan sikap-sikap Megawati selama ini. Tapi kenyataan sekarang, ada yang lebih unggul dari Megawati. "Semua orang sudah tahu," katanya.
Walaupun akhirnya banyak pihak akan memahami sikap PDI-P ini bila nanti benar mengusung Ahok dan Djarot di Pilkada DKI. Karena sikap publik terhadap PDI-P dan Megawati yang dianggap tidak konsisten itu, itu hanya jangka pendek.
Sebab, sebagai partai pemenang pemilu di DKI Jakarta, PDI-P harus tetap mengusung calon. Dan calon yang diusung haruslah menang. Rakyat di DKI, menurut beberapa survei, Ahok memang masih tinggi, walau belakangan trennya turun.
Dengan logika politik seperti ini, menurutnya, publik akan memandang wajar pilihan PDI-P jatuh kepada Ahok dan Djarot. Tapi yang pasti, tegasnya, dalam hal pilkada atau pemilu, semua tergantung suara rakyat yang menentukan. "Partai hanya sekadar perahu untuk bakal calon berjuang, sementara pilihan ada di rakyat," ujarnya.