REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Para pemimpin dari 193 negara anggota hadir dalam puncak pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa (KTT PBB) di New York yang membahas tentang migran, Senin (19/9). Melalui pertemuan ini, diharapkan kesepakatan yang manusiawi dan terkoordinasi dapat dicapai untuk menangani krisis pengungsi di dunia.
Sekretaris jenderal PBB, Ban Ki Moon, yang membuka KTT Migran meminta para pemimpin dunia berkomitmen menanggulangi krisis migran. Ia ingin semua negara anggota dapat menjunjung tinggi hak serta martabat setiap orang yang karena keadaan terpaksa harus meninggalkan rumah mereka dan mencari kehidupan lebih baik.
"Pengungsi dan migran harus dipandang bukan sebagai beban. Mereka justru dapat menawarkan potensi baru yang positif dan besar jika kita membukanya," ujar Ban kepada para delegasi di KTT Migran, dilansir DW.com, Selasa (20/9).
Sebanyak 22 halaman dari dokumen berisi Deklarasi New York untuk Pengungsi dan Migran kemudian disepakati bersama oleh para pemimpin dunia. Di dalamnya, tertera komitmen kuat serta kerja sama internasional agar hak-hak migran dan para pengungsi di seluruh dunia dapat dipenuhi dan dihormati.
Baca: JK Minta Masyarakat Dunia Bersatu Atasi Tragedi Migran
Dokumen deklarasi yang dihasilkan dalam KTT Migran PBB kali ini, seperti sebelumnya tidak mengikat secara hukum. Sejumlah kritik datang mengingat hal itu membuat kurangnya komitmen para negara anggota.
Meski demikian, dalam deklarasi itu, para negara anggota diminta meningkatkan bantuan serta jaminan, khususnya menyediakan tempat berlindung bagi pengungsi. Perjanjian tersebut juga menetapkan proses selama dua tahun guna menciptakan kerangka kerja global yang memantau dan mengelola pergerakan migran.
Ban berharap kesepakatan yang tertuang dalam deklarasi membuat banyak pengungsi yang masih anak-anak dapat bersekolah. Sementara, bagi mereka yang telah dewasa bisa menemukan pekerjaan.
Meski menghasilkan kesepakatan baru yang disebut cukup efektif menangani krisis pengungsi dunia, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Zhei Ra'ad Al Hussed dalam pertemuan itu mengungkapkan kegagalan internasional dalam melindungi warga sipil di Suriah. Ia mengatakan banyak negara yang membiarkan banyak orang terjebak dan menderita dalam konflik selama lima tahun di salah satu negara Timur Tengah itu.
"Kenyataan yang pahit adalah, KTT ini diselenggarakan karena kegagalan yang kita lakukan. Gagal karena membiarkan rakyat Suriah menderita sangat lama, membiarkan mereka dalam keadaan kritis, dan menimbulkan jutaan migran yang hidup dalam keputusasaan," kata Zeid.