REPUBLIKA.CO.ID, LAGOS -- Satuan kepolisian Nigeria, yang menangani masalah perampokan, dituduh Amnesti Internasional, Rabu (21/9) menyiksa tersangka dan meminta suap untuk pembebasan mereka.
Kelompok hak asasi manusia tersebut mengatakan yang ditangkap oleh Pasukan Khusus Antirampok (SARS) menjadi sasaran penggantungan, kelaparan, pemukulan, penembakan dan hukuman mati olok-olok hingga mereka mengaku atau membayar suap ke petugas agar dibebaskan.
Juru bicara polisi Nigeria tidak menjawab telepon atau pesan singkat untuk dimintai tanggapan soal laporan Amnesti tersebut.
Seorang pria 32 tahun, Chidi Oluchi mengatakan kepada Amnesti ia disiksa setelah ditangkap oleh petugas SARS di kota Enugu di wilayah tenggara.
"Mereka mulai memukuli saya dengan pinggiran parang dan tongkat berat. Mulut saya berdarah dan penglihatan saya menjadi kabur," katanya, dangan menambahkan ia dilepaskan setelah membayar petugas SARS sebanyak 25.500 naira (80 dolar AS).
Amnesti mengatakan, mereka diberitahu seorang perwira polisi senior sekitar 40 petugas yang dituduh menghajar tahanan telah dipindahkan ke kantor polisi lain pada April 2016, meskipun ia tidak mengatakan apakah keluhan mengenai tindakan mereka itu sudah diselidiki.
"Ini saatnya bagi pihak berwajib untuk memastikan para petugas yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia seperti itu akhirnya dimintai pertanggungjawabannya," kata peneliti Amnesti Nigeria, Damian Ugwu.
"Juga ada keperluan mendesak bagi perundang-undangan yang kuat, yang memastikan semua tindak penyiksaan itu adalah bentuk kejahatan berdasar hukum pidana Nigeria," katanya.