REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Meksiko, ketika Anda menyebut kata Islam, dapat dipastikan itu menjadi hal yang asing. Sama halnya dengan negara latin lainnya, Meksiko kental dengan tradisi Katolik.
Data resmi dari sensus pada 2011 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 35.000 warga Muslim di Meksiko, mewakili 0,09 persen dari total populasi. Dalam beberapa tahun terakhir, perpindahan ke dalam agama Islam mungkin telah meningkatkan angka ini antara 2.500 hingga 4.500 orang.
Hal yang menarik data yang dipublikasikan Lembaga Riset Pew Research Center. Lembaga itu menyebutkan, Meksiko akan menjadi rumah bagi 126 ribu Muslim pada 2030. Perkiraan ini sejalan dengan fakta adanya penurunan persentase penganut Katolik di negara itu selama lima abad terakhir. Sebelumnya, populasi Katolik di negara itu mencapai 96,7 persen pada 1970.
Chiapas, negara bagian di selatan Meksiko, merupakan bukti dari perkembangan itu. Di sana, berdiam ratusan Muslim. Geliat dakwah Islam di Chiapas dimulai pada 1990-an. Sebelum itu, kalangan Evangelis, salah satu sekte dalam Kristen, lebih dahulu masuk. Inilah awal perkembangan sekte Evangelis di Meksiko.
Chiapas sejatinya merupakan wilayah adat warisan dari suku Maya. Penjajahan Spanyol dan selanjutnya Pemerintah Meksiko berlaku tidak adil pada masyarakat Chiapas. Suku tradisional kerap dipandang sebagai warga kelas dua. Mereka selalu terintimidasi oleh kehadiran kulit putih dan Mestizos. Tak heran, Chiapas menjadi wilayah konflik berkepanjangan.
Terakhir, pada 1994, sebuah gerakan bernama Tentara Pembebasan Nasional Zapatista (EZLN) menuntut keadilan dan penghormatan terhadap wilayah adat Chiapas. Dua tahun berselang, Zapatista dan Pemerintah Meksiko sepakat untuk berdamai.
Suasana damai itu mulai memberikan pengaruh terhadap perkembangan ekonomi Chiapas. Pada masa inilah, para mubaligh asal Spanyol datang. "Ketika Muslim Spanyol datang, mereka umumnya membuka banyak bisnis, toko-toko, usaha pertukangan, dan restoran," kata antropolog Santiago, seperti dilansir Aljazirah.