REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Dinas Pembangkit Listrik Palestina di Jalur Gaza pada Kamis (22/9) menyatakan satu-satunya pembangkit listrik di jalur tersebut akan ditutup untuk sementara akibat kekurangan bahan bakar.
"Pembangkit listrik akan ditutup untuk sementara karena tak ada bahan bakar untuk mengoperasikannya belakangan ini," kata lembaga tersebut di dalam satu pernyataan di jejaringnya.
Keputusan itu diambil setelah gangguan di tempat penyeberangan komersial Karm Abu Salem, satu dari dua tempat penyeberangan Israel yang beroperasi ke luar daerah kantung pantai yang diblokade tersebut. Melalui tempat penyeberangan itu, barang-barang diangkut ke Jalur Gaza, termasuk bahan bakar, kata pernyataan tersebut.
Rakyat Jalur Gaza memerlukan 480 sampai 500 megawatt listrik setiap hari, demikian laporan Xinhua, yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat (23/9) pagi. Akan tetapi, mereka hanya dapat memperoleh 210 megawatt, yang meliputi 120 megawatt yang diekspor oleh Israel dan 30 megawatt dari Mesir, sedangkan sisanya dihasilkan oleh pembangkit listrik itu.
Dalam kondisi "normal", rakyat Jalur Gaza akan memperoleh delapan jam pasokan listrik yang diikuti dengan pemadaman listrik selama delapan jam.
Pada Rabu (21/9), Pemerintah Otonomi Nasional Palestina menyatakan tempat penyeberangan komersial Karm Abu Salem ditutup oleh pemerintah Israel akibat penyerangan dan sabotase oleh penyerangan yang tak dikenal. Pada Kamis pagi, tempat penyeberangan tersebut dibuka kembali.
Jalur Gaza, dengan penduduk lebih dari 1,8 juta, terus menghadapi blokade Israel sejal 2007, ketika Gerakan Perlawanan Israel (Hamas) menguasai daerah kantung itu.