REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menindak tegas pelaku perambah hutan konservasi di wilayah Garut, Jawa Barat. KLHK akan mengirim tim ke Garut untuk mencari fakta terkait dugaan perambahan hutan konservasi yang disinyalir sebagai penyebab banjir bandang di wilayah tersebut.
"Kami kirim tim ke Garut untuk mencari data apakah bencana ini akibat ulah manusia. Kami akan menindak tegas perambahan hutan konservasi yang sudah jelas-jelas dilarang," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar.
Memang hampir setengah wilayah Garut dikelilingi oleh perbukitan dan hutan, termasuk hutan konservasi, serta beberapa menjadi hulu sungai. Maka dengan demikian apabila ada kerusakan lingkungan salah satunya disebabkan oleh perambahan hutan lindung dapat mengakibatkan longsor dan juga banjir.
"Juga tidak menutup kemungkinan di Garut ada illegal logging yang menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya.
Siti melanjutkan, hanya saja sejumlah hutan konservasi atau hutan lindung yang ada di Garut berbatasan langsung dengan lahan miliki warga setempat. Maka dari itu dengan menurunkan tim secara langsung diharapkan dapat diketahui terdapat perambahan hutan konservasi atau tidak.
Ia menambahkan, tidak hanya itu pihaknya juga akan menelusuri laporan adanya dugaan alih fungsi lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk.
Sebelumnya banjir bandang yang merenggut puluhan nyawa terjadi pada Rabu (21/9) dini hari WIB. Banjir bandang ini juga dipicu oleh tingginya intensitas curah hujan pada malam hari.
Berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir bandang terlebih dulu melanda Desa Mulya Sari, Kecamatan Bayongbong dan berlanjut ke Kecamatan Tarongong Kidul, Garut Kota hingga Cibatu.
Daerah yang paling parah terlanda banjir bandang adalah Desa Haurpanggung Kelurahan Sukakarya Kecamatan Tarogong Kidul dan Kelurahan Sukamentri dan Kelurahan Paminggit Kecamatan Garut Kota.