Sabtu 24 Sep 2016 10:17 WIB

Pengamat: Agus Dipersiapkan Jadi Penerus Trah Cikeas

Rep: c62/ Red: Andi Nur Aminah
Maskot Pilkada DKI Jakarta
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Maskot Pilkada DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‎Tahap awal pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta sudah dimulai. Masing-masing tokoh partai politik telah mengusung calonnya yang dipercaya bisa membuat eksis pengusungnya pada pilpres 2019 nanti.

Menurut pengamat politik‎ Universitas Islam Negeri Jakarta Adi Prayitno, ada dua hal yang bisa dibaca dalam pilkada DKI Jakarta 2017 nanti. Pertama, adanya tiga poros kekuatan yang ada. Ketiganya adalah poros Megawati, SBY, dan Prabowo yang merupakan representasi dari kekuatan politik nasional 2019. "Bukan tanpa alasan SBY mengusung anak sulungnya bertarung di Jakarta," katanya saat dihubungi, Sabtu (24/9).

Dia mengatakan, ada target yang ingin dicapai oleh oleh presiden ke enam ini sehingga mengusung putranya terlibat dalam pilkada kali ini. Misalnya, ada target jangka pendek sebagai Gubernur Jakarta. Sementara target jangka panjang Agus dipersiapkan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan trah politik SBY di masa mendatang. "Sebab, Ibas yang diharapkan menjadi penerus trah Cikeas, sejauh ini performa politiknya masih standar," ujarnya.

‎Adi mengatakan dengan mengusung Agus pada pilkada DKI, adalah jawaban nyata bagi SBY sebagai penerus dirinya yang mulai kehilangan panggung politik. Selain SBY yang menjadikan Agus sebagai test case Pilpres 2019, dia menyebut Prabowo yang mengusung Anies Baswedan juga bukan tanpa alasan politik. Karena mantan Rektor Paramadina ini merupakan calon pemimpin yang prospektif, aset elektoral jangka panjang yang menjanjikan.

"Seperti SBY, tentu Prabowo tak mau kehilangan panggung politik yang mulai kembali didominasi oleh poros Megawati," katanya.

Untuk itu, dalam konteks inilah kemudian, SBY, Prabowo, maupun Megawati akan menjadikan pilkada DKI sebagai pemanasan sekaligus test case jelang pemilu 2019.

Sementara analisis yang kedua yang bisa dibaca pada pilkada DKI Jakarta, Adi mengatakan ialah sebagai ajang proxy wax atau perang yang melibatkan pihak ketiga dari para suhu politik yang sedang bertarung saat ini.  "Megawati dengan posisinya yang masih di atas angin menjadikan Ahok sebagai senjata andalannya untuk mengalahkan SBY dan Prabowo," katanya.

Atas dasar itulah SBY dan Prabowo tak mau tinggal diam melihat panggung politik hanya dilakonkan secara monoton oleh satu orang saja. Karena kata dia sebagai tentara petarung, SBY dan Prabowo akan terus melakukan perlawanan untuk mencari celah memenangkan pertarungan.

"Sebab bagi keduanya, soldier is never die. Tentara akan selalu hadir dalam setiap momen politik apapun. Dan ia tak akan pernah mati," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement