REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Kantor Imigrasi Klas II Blitar, Jawa Timur, telah mendeportasi sedikitnya 20 warga negara asing karena masalah keimigrasian selama periode Januari hingga akhir Agustus 2016.
"Kebanyakan yang dideportasi karena menyalahi izin tinggal atau melewati batas waktu izin tinggal (overstay)," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Klas II Blitar, Hendra Setiawan di Blitar, Jumat (23/9).
Hendra menjelaskan mayoritas WNA yang dideportasi berasal dari Taiwan, China, dan Malaysia.
WNA tersebut berada di Indonesia karena menikah dengan warga pribumi yang menjadi TKI/TKW, bekerja di wilayah hukum Kabupaten/Kota Blitar dan Tulungagung, ataupun kepentingan riset dan budaya.
"Kasus yang paling sering menikah dengan TKI. Mereka mengikuti pasangannya ke Indonesia, namun tidak mengurus dokumen keimigrasian atau sudah mengurus namun sudah kedaluwarsa (overstay)," ungkap Hendra.
WNA yang dideportasi itu rata-rata menetap dan beraktivitas di wilayah pedesaan dan tidak segera menyadari masa berlaku izin tinggalnya telah habis.
"Pelanggar izin keimigrasian dikenakan sanksi sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan, termasuk denda Rp300 ribu per hari untuk izin yang telah habis masa berlakunya," kata Hendra.
Sedangkan WNA yang keberadaannya telah 60 hari, lanjut Hendra, Kantor Imigrasi secara otomatis akan melakukan langkah deportasi dan nama WNA bersangkutan masuk dalam daftar cegah-tangkal atau penangkalan.
"Sesuai ketentuan, visa kunjungan berlaku berlaku selama 30 hari dan bisa diperpanjang, izin tinggal sementara (ITAS) berlaku setahun dan bisa diperpanjang, sedangkan izin tinggal tetap (ITAP) berlaku lima tahun dan bisa diperpanjang.
"Dokumen keimigrasian ini harus dimiliki WNA selama tinggal di Indonesia sesuai masa izin yang berlaku," ujarnya.
Hendra menjelaskan, Kantor Imigrasi Klas II Blitar sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal berulangnya WNA yang menyalahi izin tinggal di wilayah kerjanya.
Salah satu yang kini gencar dilakukan adalah melakukan pengawasan secara berkelanjutan dan bertahap terhadap keberadaan WNA dengan mengoptimalkan partisipasi semua elemen masyarakat dari lingkup terkecil di RT/RW sampai pada para pemilik hotel dan indekos.
Selain itu, Kantor Imigrasi juga melakukan sosialisasi serta mengimbau agar para pemilik hotel, indekos, maupun penginapan proaktif melaporkan jika ada WNA yang singgah ke tempat mereka.
"Harapannya, ke depan para pemilik indekos maupun penginapan aktif melapor, minimal ke kelurahan atau ke kecamatan setempat, jika ada orang asing yang singgah," kata Hendra.
Hendra menengarai, masih banyak pemilik rumah kos atau penginapan yang justru enggan melapor dan malah menyembunyikan keberadaan WNA tersebut.