REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sebuah kapal yang membawa migran terbalik di lepas pantai Mesir pada Rabu (21/9). Hingga saat ini, sebanyak 162 jenazah korban telah ditemukan. Pihak berwenang masih melakukan pencarian penumpang lainnya yang hilang.
Menurut keterangan, perahu membawa sekitar 450 hingga 600 migran dari pelabuhan di Kota Rosetta. Namun, ketika telah berjalan sekitar delapan mil atau 12 kilometer, kapal itu terbalik dan membuat orang-orang di dalamnya tenggelam.
Diketahui, para migran yang ada di kapal itu berasal dari bermacam negara, selain Mesir. Di antaranya adalah Suriah, Sudan, Eritrea, dan Somalia. Mereka disebut ingin melarikan diri menuju Italia.
Sedikitnya, 163 penumpang kapal itu telah berhasil diselamatkan. Kecelakaan diyakini disebabkan kelebihan kapasitas dalam kendaraan tersebut, yang hanya mampu membawa sekitar 150 orang.
Dari keterangan saksi, para migran juga diminta oleh penyelundup untuk membayar uang lebih banyak jika mereka ingin mendapatkan jaket pelampung. Padahal, seharusnya jaket tersebut menjadi fasilitas yang harus diberikan pada setiap penumpang kapal.
"Kami diminta dan dipaksa untuk membayar ekstra jika ingin mendapatkan jaket pelampung," ujar Orla Guerlin, salah satu korban selamat, dilansir BBC, Sabtu (24/9).
Bagi mereka yang berasal dari Mesir dikenakan biaya sebesar 3.951 dolar AS. Sementara, bagi mereka yang berasal dari luar negara itu harus mengeluarka setidaknya 3.000 dolar AS.
Selain Orla, korban selamat lainnya bernama Mahmoud Aly juga memberi keterangan. Ia mengatakan, kapal yang terbuat dari kayu nampaknya telah ringkih hingga dengan mudah terbalik saat mengambang di lautan lepas.
"Terlebih, kapal itu hanya memiliki muatan terbatas, namun jumlah orang yang ada di dalam kapal kayu itu terlampau banyak," jelas Aly.
Ia juga menuturkan, sepupunya yang ikut melakukan perjalanan hingga saat ini masih belum ditemukan. Aly berharap, petugas penyelemat dapat menemukan saudara laki-lakinya tersebut dalam kondisi apapun.
Sebanyak empat awak kapal ditangkap atas terjadinya peristiwa ini. Dilaporkan oleh pejabat Mesir, mereka diduga dengan sengaja menyelundupkan manusia, serta dapat dikenakan hukuman atas pembunuhan disengaja.
Insiden ini terjadi menyusul adanya peringatan dari agensi perbatasan Uni Eropa bahwa peningkatan jumlah migran yang datang dari Mesir meningkat. Laut yang menjadikan persimpangan antara Libya dan Italia telah menjadi jalur utama migran melakukan pelayaran.
Hal itu, khususnya sejak kesepakatan Uni Eropa dan Turki untuk menahan pelayaran di Laut Aegea ke Yunani. Lebih dari 10 ribu orang telah tewas karena mencoba melintasi Mediterania untuk menuju Eropa sejak 2014, lalu.