REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Pemerintah Zimbabwe menyebut pemimpin negara tetangga, Botswana, melanggar pantangan dalam hubungan keduanya karena mendesak Presiden Robert Mugabe, 92 tahun, mundur.
Pejabat di Harare menyatakan terkejut atas pernyataan Presiden Botswana Ian Khama dalam wawancara tersebut. Khama mengatakan, Mugabe harus segera turun dari jabatannya untuk kebaikan Zimbabwe dan negara lain di kawasan itu.
"Kami berharap ini kali terakhir pemimpin Botswana berbicara hal buruk terhadap Presiden Mugabe dan pemimpin negara lain di Afrika," kata Menteri Penerangan Zimbabwe Chris Mushohwe dilansir Reuters, Sabtu (24/9).
Mushohwe menuturkan, Khama mestinya menyimpan pandangan itu untuk dirinya saja atau jika cukup yakin, ia dapat menyalurkannya melalui jalur diplomasi. "Pemerintah Zimbabwe cukup terkejut oleh sikap Presiden Khama. Hal semacam itu tabu dalam etiket dan diplomasi warga Afrika," ujarnya.
"Mengapa Presiden Mugabe mesti mengikuti sentimen Presiden Khama untuk turun jabatan secara inkonstitusional?" tambahnya.
Khama pekan ini menyatakan, Zimbabwe butuh pemimpin baru untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik yang berdampak pada seluruh negara Afrika bagian selatan sejak 2000. "Usia Mugabe dan kondisi Zimbabwe saat ini cukup jelas menunjukkan ia tak mampu lagi memimpin negaranya mengatasi masalah tersebut," kata Khama.
Botswana, produsen berlian terbesar dunia, menguasai wilayah perbatasan sejauh 800 kilometer (500 mil) dengan Zimbabwe. Negara itu cukup terdampak oleh krisis ekonomi Zimbabwe yang dipicu kerusuhan politik serta hiper-inflasi.
Meski perekonomian Zimbabwe mulai stabil pada 2009, turunnya nilai mata uang dan rendahnya harga komoditas dalam dua tahun terakhir ikut memicu krisis keuangan. Hal itu memantik aksi unjuk rasa masyarakat menentang Mugabe.
Partai pendukung Mugabe, ZANU-PF, dinilai terkunci karena tidak memiliki pengganti mumpuni, yang jelas, sehingga harus mempertahankan pemimpin Zimbabwe, yang kini berkuasa.