REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir menganggap rekaman kamera pengawas (CCTV) yang diperlihatkan dalam sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Wongso tidak sah.
Alasannya, video yang ditampilkan oleh para saksi ahli forensik digital didapatkan dari "flash disk" yang ketika dipakai dalam pemindahan data dari perekam video digital (DVR) tidak tercatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Tanpa BAP, alat bukti tersebut tidak sah. Apalagi jika isinya sampai terhapus," kata Muzakir dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/9).
Dia melanjutkan, tanpa BAP, sebuah alat bukti tidak dapat dijamin keasliannya. Padahal, aslinya alat bukti penting sesuai dengan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara aturan tentang pengambilan barang bukti elektronik tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2009 tentang tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratoris kriminalistik barang bukti kepada laboratorium forensik Polri.
Rekaman CCTV yang memperlihatkan seputar kejadian tewasnya Mirna di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016, memang menjadi soal yang banyak diperdebatkan dalam sidang Jessica. Salah satu latar belakangnya adalah adanya adegan yang terhapus dalam rekaman tersebut.
Pakar forensik digital Puslabfor Mabes Polri Muhammad Nuh Al Azhar mengakui ada adegan yang hilang dalam rekaman CCTV. Namun, menurut dia ketika memberikan keterangan sebagai saksi ahli dari JPU, kehilangan itu tidak menjadi masalah karena rangkaian adegan dari awal sampai akhir sudah menunjukkan urutan yang jelas.
Sementara ahli teknologi informatika dan forensik digital dari pihak terdakwa Rismon Hasiholan Sianipar mengatakan video rekaman CCTV yang ditampilkan saksi ahli pihak JPU telah direkayasa dan ada "frame" gambar yang hilang.