REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengajar dan menulis, itu pula kiranya aktivitas utama tokoh perempuan asal Nigeria, Nana Asma'u. Namun, dengan kapasitas ilmu luar biasa, Nana Asma'u tak cuma seorang guru dan penulis, tapi juga politikus, tokoh masyarakat, dan penasihat pemerintahan selain tugas domestik sebagai seorang ibu dan istri.
Akademisi Department of Mass Communications Bayero University, Kano, Nigeria, Muhammad Jameel Yusha'u dalam tulisannya Nana Asma'u Tradition: An Intellectual Movement and a Symbol of Women Rights in Islam During the 19th Century Danfodio's Islamic Reform menuturkan, Nana Asma'u adalah ''produk'' hasil bentukan gerakan perlawanan di Nigeria, yakni Sokoto Jihad, pada abad ke-19. Dengan segala kapasitas yang dimiliki, Nana Asma'u merupakan figur yang amat dihormati.
Sebelum melihat apa yang Nana Asma'u lakukan bagi perempuan di Sokoto, Yusha'u menjabarkan prinsip kesetaraan hak perempuan dalam Islam. Berdasarkan pandangan Syekh al-Qardhawi, HAM bukanlah anak kehidupan modern ataupun inovasi dari Barat.