REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi Islam Irfan S Beik menilai, terdapat potensi besar jika Masjid dapat dikelola secara baik dan efisien. Namun, ia merasa, tingkat kesadaran umat terhadap potensi Masjid ini masih terbilang minim.
Karena itu, dia mengingatkan di zaman Rasul, Masjid adalah pusat kegiatan umat meliputi dakwah, budaya dan pendidikan. Sehingga, tidaklah heran bahwa Masjid seharusnnya kembali ke perannya tersebut.
Namun, Irfan menganggap, baik umat maupun pengurus Masjid masih terkotakan dalam stigma sakral Masjid sebagai sarana ibadah saja. Alhasil, peran Masjid di bidang lain, khususnya ekonomi, tak tergali maksimal.
"Ini butuh peningkatan kapasitas pengeolal Masjid dan perlu adanya edukasi. Masih banyak umat menganggap jangan campur aduk urusan ekonomi dan ibadah, biarkan ekonomi ya ekonomi, ibadah ya ibadah. Ini pandangan yang kurang pas bahwa seolah olah ekonomi terlepas dari Islam. Ini harus ditumbuhkan kesadarannya," katanya kepada Republika, Selasa (27/9).
Irfan mengatakan, potensi besar masjid terletak pada pengumpulan dana infaq dan shadaqohnya. Ia meyakini, jika dikumpulkan dari berbagai Masjid, maka potensi dananya bisa mencapai angka triliunan rupiah. Dengan begitu, dia berharap, adanya pengelolaan dana yang baik agar berfungsi maksimal bagi umat.
"Upaya meningkatkan kapasitas perlu didukung, karena kalau dari sisi potensi besar, misal jumlah penerimaan infaq bervariasi ada yang tiga juta sampai puluhan juta kalau dikalikan (dengan Masjid lain) bisa triliunan. Artinya Masjid di Indonesia punya potensi, cuma belum menyadari bahwa potensinya besar, akibatnya upaya menggalang potensi ekonomi belum maksimal," ujarnya.
Diketahui, berdasarkan data Kemenag tahun 2014, setidaknya ada 750 ribu masjid dan seribuan mushala yang terdaftar di seluruh Indonesia. Dengan asumsi pengumpulan dana infaq dan shadaqoh misalnya sebesar Rp 1 juta per bulan, maka dapat dibayangkan berapa rupiah yang bisa dikumpulkan. Tentunya, hal itu membutuhkan manajemen yang baik.