REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Luas lahan kritis di sub DAS (daerah aliran sungai) Cimanuk Hulu, saat ini mencapai 30.442 hektare. Menurut Corporate Secretary Perum Perhutani, John Novarly, lahan tersebut sebagian besar berada di luar pengelolaan Perhutani. Menurut dia, lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan KPH Garut adalah 1.073 hektare atau hanya 3,5 persen dari total Sub DAS Cimanuk Hulu.
Menurut John, lahan kritis terjadi karena perambahan hutan dan alih fungsi hutan menjadi pertanian. Saat ini, terdapat sekitar 8.484 orang yang tinggal di kawasan hutan kritis, karena kehidupan masyarakat tergantung pada lahan pertanian tersebut.
"Perhutani hingga saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki lahan kritis dan perambahan hutan," ujar Novarly saat menggelar jumpa pers di Bandung, Selasa (27/9).
Novarly mengatakan, upaya yang dilakukan Perhutani untuk mengatasi perambahan hutan, pertama bersinergi dengan stakeholder melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi terkait program-program penyelesaian permasalahan Sub DAS Cimanuk Hulu.
Kedua, kata dia, alih komoditas dan alih profesi. Dalam hal ini, harus dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pengkajian desa sekitar hutan. “Pola yang dilakukan antara lain dengan Metode Participatory Rural Aprasial (PRA) agar tercapai kesepahaman dan kesepakatan,” katanya.
Ketiga, kata dia, penanganan juga bisa dilakukan melalui rehabilitasi hutan lindung. Terutama, pada lokasi yang tidak berfungsi hidroorologis melalui penanaman tanaman kehidupan berkayu(termasuk tanaman buah-buahan) dan melalui pemanfaatan lahan di bawah tegakan (PLDT) dengan jenis komoditas kopi.
Terakhir, kata John, melalui meningkatkan implementasi kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada kawasan hutan. “Melalui PHBM, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan meningkatkan pendapatan masyarakat,” kata John.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook