Selasa 27 Sep 2016 15:35 WIB

Duterte Siap Beraliansi dengan Cina dan Rusia

Rep: MgRol81/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte, menyatakan kesediaannya untuk beraliansi dengan Cina dan Rusia. Pernyataan itu disampaikan di tengah kecanggungan hubungan mantan wali kota Davao City dengan Amerika Serikat.

"Saya akan membuka Filipina bagi mereka (Cina dan Rusia) untuk melakukan aliansi bisnis dan perdagangan," ujar Duterte seperti yang dikutip oleh media lokal, Senin (26/9).

Duterte menggarisbawahi, hubungan itu  tidak mengacu pada aliansi militer. Aliansi ini juga bukan berarti hubungan Filipina dengan sekutu lamanya, AS, akan dihentikan.

Sejak memenangkan pemilu 9 Mei lalu, Duterte menyatakan  pemerintahannya akan mengejar kebijakan luar negeri independen. Manila tidak ingin lagi bergantung lagi pada Washington. Duterte bahkan telah menyerukan penarikan pasukan khusus AS dari wilayah Mindanao selatan.

Awal bulan ini, ia mengatakan Filipina tidak lagi ingin berpartisipasi dalam patroli laut bersama dengan negara-negara lain. Duterte menolak kesepakatan pendahulunya dengan Washington untuk memulai patroli bersama di wilayah sengketa Laut Cina Selatan.

Ia juga mengungkapkan Rusia dan Cina telah sepakat untuk menyediakan persenjataan bagi militer Filipina untuk melawan pemberontak di Mindanao.

Mengetahui rencana Duterte, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Mark Toner berkomentar, "Mereka bangsa yang berdaulat dan kita tidak akan menahan mereka untuk mengejar hubungan yang lebih erat dengan negara lain," ujarnya.   "Kami percaya bahwa kami tetap menjadi teman dekat dan mitra Filipina," tambahnya.

Setelah dijadwalkan untuk mengunjungi China dan Jepang pada bulan depan, Duterte menyatakan rencananya untuk berkunjung ke Rusia.  "Setelah Cina, saya pikir saya akan pergi ke Jepang dan ke Rusia," ujarnya Senin (26/9).

Baca juga, Duterte Menyesal Hina Obama.

Pekan lalu, Duterte mengatakan ia berusaha berdamai dengan Beijing terhadap sengketa mereka atas Laut Cina Selatan yang kaya akan sumber daya.

Pada Juli lalu, pengadilan arbitrase di Den Haag memutuskan untuk mendukung Filipina dalam petisinya atas klaim Cina di Laut Cina Selatan.

Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Filipina dan Jepang, memberi peringatan atas pekerjaan reklamasi Cina di wilayah tersebut, yang meliputi pembangunan lapangan udara. Mereka menduga perluasan maritim ditujukan untuk memperluas jangkauan militer Beijing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement