Selasa 27 Sep 2016 19:16 WIB

Sultan: DIY Perlu Otonomi Pendidikan yang Lebih Luas

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Fernan Rahadi
Sultan Hamengku Buwono X
Foto: www.pemiluindonesia.com
Sultan Hamengku Buwono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DIY memerlukan otonomi pendidikan yang lebih luas dan fleksibel. Apalagi dengan adanya payung Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan sejak sebelum Republik Indonesia berdiri DIY telah memiliki berbagai keistimewaan sumber pendidikan. Di antaranya pendidikan Muhammadiyah, pendidikan Kebangsaan Taman Siswa, Pawiyatan di Kasultanan dan Kadipaten, dan lain-lain.

"Mau saya bisa tidak sih bila kita melakukan studi mana yang menjadi unggulan di antara pendidikan tersebut yang bisa kita gabungkan menjadi bagian dari pendidikan kita sekarang? "kata Sultan pada saat memberikan sambutan penandatanganan berita acara Serah Terim Personel, Sarana dan Prasarana serta Dokumen (P2D), di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Selasa (27/9).

Dia mengatakan hal itu sudah pernah dilontarkannya pada forum pimpinan perguruan tinggi se-DIY. "Namun kalau pendapat antar akademisi tidak semudah itu," ujarnya.

Dalam tataran makro, kata Sultan, dalam bidang pendidikan DIY perlu mendesain kebijakan pendidikan secara integral dan berkesinambungan. Karena hal itu mampu menghasilkan lulusan sebagai aktor perubahan tatanan masyarakat.

Sayangnya, kata Sultan, pendidikan di Indonesia lebih bersifat reaktif untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan sering kontraproduktif bagi dunia pendidikan sendiri. Oleh karena itu, mendesain kebijakan secara integral dan berkesinambungan dengan memperhatikan kondisi geografis dan kultur Indonesia yang berkepulauan merupakan sebuah keharusan.

"Bertolak dari pemikiran itu, kiranya kita perlu mengkaji kembali kebijakan strukturisasi kewenangan dalam dunia pendidikan yang seharusnya menyatu dan berkesinambungan. Caranya dengan memposisikan secara proporsional tiga jenjang level pendidikan yakni pendidikan nasional, pendidikan daerah, dan pendidikan sekolah," ujar Sultan.

Sultan mengatakan, desain besar reformasi pendidikan harus ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa, khususnya dalam proses belajar di sekolah. Perubahan pada diri siswa tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar khususnya, dan perubahan iklim sekolah pada umumnya.

Menurut Sultan, reformasi pendidikan tidak hanya sekedar dimensi teknis dan politis, melainkan harus meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Berkaitan dengan dimensi kultural ini, sekolah harus diperlakukan sebagai sebuah institusi yang memiliki otonomi dan kehidupan yang bersifat organik. Sekolah harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement