REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Mantan Presiden Israel, Shimon Peres, meninggal dunia hari ini, Rabu (28/9) pada usia 93 tahun, setelah didiagnosis menderita stroke. Ia dirawat selama dua pekan di sebuah rumah sakit di dekat Tel Aviv dan kondisinya terus memburuk sebelum wafat.
Peres dilarikan ke rumah sakit pada 13 September lalu. Ia kemudian didiagnosis terkena stroke berat. Peres adalah presiden kesembilan Israel dan sempat menjabat dua kali sebagai perdana menteri.
Ia pernah dianugerahi Nobel Perdamaian setelah menggagas perjanjian perdamaian Oslo bersama Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat. "Di mata rakyatnya, ia menjadi tokoh bersejarah, lebih besar dari seorang politikus," ujar kolumnis Nahum Barnea, Yediot Ahronot, dikutip dari The Guardian.
Peres lahir di Wiszniewo, Polandia, dan bermigrasi ke Palestina pada 1934, saat berusia 11 tahun. Ia adalah pendiri Gerakan Pemuda Buruh-Zionis dan anggota dari pasukan militer Yahudi sebelum Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. Sebagai seorang pejabat pertahanan, di akhir 1950-an dan awal 1960-an, Peres terlibat dalam pembentukan Dimona, reaktor nuklir Israel, di pusat program senjata nuklir Israel.
Dalam kariernya selama puluhan tahun, ia menduduki hampir setiap posisi yang signifikan dalam dunia politik Israel. Jabatan pertamanya adalah sebagai Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel pada 1920-an. Ia terpilih bergabung ke parlemen Israel, Knesset, pada 1959. Kabinetnya fokus pada pertahanan, keuangan dan urusan luar negeri.
Peres memiliki beberapa masalah kesehatan tahun ini. Ia tercatat telah dirawat di rumah sakit sebanyak dua kali karena masalah jantung.
Dalam kasus pertama, rumah sakit mengatakan ia menderita serangan jantung ringan dan harus menjalani kateterisasi untuk memperluas pembuluh arteri. Dia dilarikan ke rumah sakit lagi beberapa hari kemudian dengan nyeri dada dan detak jantung tidak teratur akibat stroke.