Rabu 28 Sep 2016 15:43 WIB

Polisi Cegah Tujuh WNI yang Ingin ke Suriah Gabung ISIS

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar memberikan keterangan pers kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Ahad (31/7). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar memberikan keterangan pers kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Ahad (31/7). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, Polri baru saja mencegah keberangkatan tujuh orang warga negara Indonesia yang akan berangkat ke Suriah pada Kamis (22/9).  Diduga mereka ingin ikut dalam kegiatan terorisme dan bergabung dengan ISIS. 

"Mencegah adanya warga negara yang berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS," ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9).

Boy berujar dari tujuh orang tersebut, tiga di antarnya telah ditetapkan sebagai tersangka yakni ANF, A, dan W. Sedangkan empat orang lainnya masih berstatus sebagai saksi atas keberangkatan untuk bergabung dengan DPO Bahrun Naim di Suriah.

Akan tetapi kata Boy, berdasarkan pengambangan keterangan dari tiga orang tersangka, muncul nama Abu Fauzan alias AR. AR berperan sebagai fasilitator untuk keberangkatan para WNI tersebut menuju Suriah.  "AR ditangkap di daerah Bekasi di dekat rumahnya, baru ditangkap tadi pukul 08.00 WIB di kelurahan Mustika Jaya," jelas Boy.

Boy menjelaskan, tidak serta merta penyidik melakukan pengakapan tersebut apabila sebelumnya tidak dilakukan penyelidikan terlebih dahulu. "Tentunya ada suatu proses penyidikan, pengumpulan fakta-fakta terlebih dahulu," jelas Boy.

Baca juga, ISIS Mengancam Eropa, dari Senjata Kimia Sampai Bom Mobil.

Misalnya kata Boy ternyata tersangka AR sebelumnya sudah pernah memberangkatkan WNI untuk bergabung dengan Bahrun Naim. AR memberangkatkan WNI sebanyak empat kali yakni pada Oktober, November, Desember 2015 dan Januari 2016.

Oleh karena itu lanjut Boy, para tersangka ini terancam Pasal 7, 9, dan 15 Undang-undang terorisme No 15 Tahun 2003. Alasannya karena berdasarkan pasal tersebut mereka yang memberikan perbantuan, memiliki informasi namun tidak  memberikan informasi pada aparat akan dikenakan pelanggaran hukum. "Mengapa? Karena dampak dari aksi terorisme itu sangat luar biasa," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement