REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengklaim jika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui warga Bukit Duri yang menjadi korban penggusuran, Rabu (28/9) mempunyai sertifikat tanah.
"Ada 12 surat sertifikat di tanah ini, dia (Ahok) mengakui akhirnya. Sementara, reklamasi Pulau G itu tidak punya, tapi tidak digusur," ujar penadamping warga yang akrab dipanggil Romo Sandy tersebut di lokasi penggusuran, Rabu (27/9).
Karena itu, menurut Sandy, penggusuran tersebut telah melanggar hukum. Apalagi, lanjutnya, saat ini proses gugatan class action masih proses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Sekarang sudah sidang ke sembilan. Sementara, sidang sedang proses, pemerintah sudah mengeluarkan perintah bongkar," ucap dia.
Warga menyaksikan alat berat yang menghancurkan sebuah rumah saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9). (Raisan Al Farisi/Republika)
Menurut dia, dengan digusurnya kawasan Bukit Duri yang berada di pinggiran Kali Ciliwung tersebut, Pemprov DKI telah melanggar hukum. "Ini yang namanya justru pemerintah yang melanggar hukum. Pemerintah yang mengajari warga untuk berbuat anarkis," kata Sandy.
(Lihat juga In Picture: Penggusuran Bukit Duri II: Aksi Warga)
Sandy berkata, seharusnya pemerintah menunda penggusuran tersebut sebelum proses sidang gugatan warga diputuskan oleh majelis hakim. "Harusnya ditunda, selesaikan dulu proses hukumnya. Kata hakim pun, seandainya ada satu warga yang menggugat maka harus dihargai," ucap dia.
Pernyataan berseberangan disampaikan Wali Kota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi. Ia menegaskan, tidak ada warga Bukit Duri yang memiliki sertifikat.
Karena itu, ia pun berniat akan melakukan penggusuran tersebut hanya dalam waktu satu hari. "Mana yang sertifikat, mana yang sertifikat? Yang sertifikat itu jalan bukan sini," kata Tri.
(Baca Juga: Penggusuran Bukit Duri Sarat Pelanggaran dan Intimidasi)