REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Syarif mengatakan penggusuran permukiman warga yang gencar dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta tekesan tidak terencana dengan baik. Sebab relokasi yang disediakan bukan berdasarkan Kepala Keluarga (KK) namun peta bidang.
"Kalau satu rumah ada dua KK (kepala keluarga) dianggap satu aja. Jadi ini grusak-grusuk," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/9).
Politikus Partai Gerindra itu mengungkapkan, dalam rapat antara Pemprov dengn Komisi A sudah sering dibahas agar merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) terkait rekolasi yang berdasarkan peta bidang. Namun, hingga kini belum ada realisasi.
Padahal mereka sudah berjanji akan merevisi Pergub tersebut agar relokasi berasarkan KK. Sebab, kata Syarif, jika menggunakan dasar peta bidang maka akan ada warga yang tidak mendapatkan tempat relokasi.
"Contoh, di Kampung Pulo ada 960 KK. Tapi yang tersedia Cuma 520 KK tertampung. Yang lain kocar-kocir. Ini terulang lagi (Bukit Duri), Kalijodo sama," katanya.
Syarif juga meminta Pemrov DKI untuk merancang relokasi dengan baik pasca penggusuran. Pindah ke tempat baru akan mempersulit mereka mencari mata pencaharian baru termasuk nasib pendidikan anak. Dua hal itu, menurutu Syarif perlu diperhatikan serius oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Jangan dipaksa-paksa terus kalau masalah tanah harus hati-hati jangan sampai mengorbankan hak orang lain," ucapnya.