REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Human Rights Watch dalam laporannya, Kamis (29/9) mengatakan pasukan keamanan di Bangladesh dengan sengaja menembak kaki anggota dan pendukung partai-partai oposisi. Mereka membandingkannya dengan aksi penembakan lutut yang pernah dilakukan Tentara Republik Irlandia.
Dalam laporannya, kelompok advokasi tersebut mengutip para korban yang mengatakan mereka ditembak saat dalam penahanan, oleh personel keamanan yang kemudian berbohong mereka terpaksa melakukan itu untuk membela diri, dalam baku tembak dengan penjahat bersenjata, atau dalam unjuk rasa dengan kekerasan.
"Pasukan keamanan di Bangladesh sejak lama membunuh tahanan dalam baku tembak palsu, berpura-pura korban tewas ketika pihak berwajib membawanya kembali ke lokasi kejadian dan diserang oleh salah satu komplotannya," kata direktur Asia HRW, Brad Adams dalam sebuah pernyataan.
Batalion Tindak Cepat, pasukan keamanan khusus di tubuh kepolisian Bangladesh, membantah temuan utama laporan itu yang diberikan oleh Thomson Reuters Foundation sebelum dipublikasikan. "Kami belum melihat laporan itu, tetapi jika benar klaimnya seperti itu, pasti salah, direkayasa dan tidak berdasar," kata direktur dan juru bicara unit tersebut Mufti Mahmud Khan.
Penggunaan kekerasan
Kelompok-kelompok HAM menuding pihak berwajib Bangladesh melakukan pembunuhan tanpa pengadilan, penghilangan orang dan penahanan tersangka tanpa dakwaan dan menutup akses mereka kepada pengacara. Khan menolak tuduhan tersebut, dan mengatakan pasukan khususnya menangkap atau menahan orang hanya atas dasar tuduhan dan bukti spesifik.
"Kami menyelidiki tuduhan tersebut dengan proses hukum dan juga mengikuti norma-norma hukum serta menindaklanjuti langkah-langkah sesuai hukum negara," kata Khan.
Bangladesh, negara Asia Selatan berpenduduk 160 juta, berhadapan dengan gelombang serangan terhadap warga asing, pemikir bebas, dan anggota kelompok-kelompok relijius minoritas yang dilakukan kelompok militan setempat.
Pakar keamanan dan pemerintah Barat melihat kaitan langsung antara beberapa serangan terakhir, termasuk di sebuah kafe di Dhaka pada 1 Juli yang menewaskan 22 sandera dan polisi serta kelompok radikal global seperti ISIS. Laporan HRW setebal 45 halaman itu menyerukan kepada Bangladesh memerintahkan penyelidikan yang cepat, independen, dan tidak memihak terkait tuduhan penembakan lutut dan cidera serius lain yang disengaja oleh pasukan keamanan.