Kamis 29 Sep 2016 15:35 WIB

Setelah Indonesia dan Malaysia, Jihad Selfie Diputar di Australia

Film Jihad Selfie
Film Jihad Selfie

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Jihad Selfie adalah film dokumenter yang pada awalnya menjadi bagian dari penelitian Noor Huda, kandidat Doktor dari Monash University, Melbourne. Setelah ditayangkan di beberapa kota di Indonesia, film ini 'kembali' ke Australia dan diputar kepada publik pertama kalinya.

Pemutaran film Jihad Selfie digelar di MADA Gallery milik Fakultas Seni, Desain, dan Arsitektur di kampus Monash University, Caulfied, Rabu (28/9). Pemutaran ini merupakan bagian dari Konferensi Internasional dan Kegiatan Budaya Aceh, yang pertama kalinya digelar di Australia.

"Film ini dipilih karena tokoh utama dalam ceritanya berasal dari sebuah kampung di Aceh dan saat sedang menimba ilmu di Turki tergiur untuk bergabung dengan kelompok militan Negara Islam di Suriah," ujar Ari Pahlawi, ketua panitia yang sedang belajar Etnomusikologi di Monash University.

Film yang diputar di salah satu ruangan kelas ini mendapat sambutan yang baik, terutama dari sejumlah pelajar Indonesia dan warga Indonesia yang berada di negara bagian Victoria. Hampir setengah dari kapasitas kelas yang menjadi 100 kursi sudah dipenuhi sebelum film dimulai.

Usai pemutaran film digelar diskusi dengan menampilkan Huda dan dipandu Julian Millie, dosen senior antropologi di Monash University.

"Saya sangat suka dengan film ini, karena Huda melakukannya dengan luar biasa, karena pergi ke kota-kota, mencari dan berbicara dengan mereka yang biasanya hanya kita tahu dari berita. Dengan melihat cerita ini memberikan perspektif kepada penonton ada kemungkinan bagi anak-anak muda untuk menentukan masa depan mereka sendiri," ujar Julian.

Sejumlah penonton pun mengajukan pertanyaan, salah satunya apakah Huda telah mendapatkan izin para orang tua dari tokoh-tokoh utama di film ini. Mengekspos anak-anak dibawah umur di media, termasuk film, termasuk hal yang dilarang di Australia.

"Bukan hanya izin, saya bahkan memperlihatkan film ini kepada para orang tua sebelum diputar kepada publik," jelas Huda. "Bahkan ada beberapa pernyataan para ibu dari tokoh-tokoh di film ini yang tidak boleh dipertontonkan."

Diskusi dan tanya jawab dengan Huda berjalan hampir satu jam, dari waktu yang dialokasikan sebelumnya hanya 30 menit. Melihat antusias para penonton, Huda merasa senang.

"Responsnya positif, yang datang tidak hanya mahasiswa Indonesia disini, tapi warga yang sudah lama menetap di Australia dan juga warga Australia sendiri," kata Huda. "Selanjutnya film ini akan diputar di Canberra pada Oktober mendatang."

Salah satu warga lokal Melbourne mengaku takjub setelah tahu peralatan yang digunakan oleh Huda dalam film ini. Dalam diskusi Huda mengaku jika ia hanya menggunakan kamera digital dan kamera telepon genggam, namun bagi Nick Jackson film tersebut tetap memberikan pengetahuan yang luas soal perekrutan teroris.

"Mas Huda melakukannya dengan pendekatan individu untuk mengeksplor karakter dan kehidupannya dan melihat apakah ada artinya atau tidak ISIS bagi mereka," ujar Nick.

Para penonton di Australia pun mendapatkan pesan yang disampaikan dalam film tersebut, setiap individu punya potensi untuk berkontribusi mengatasi masalah terorisme dan kekerasan. Seperti yang dialami Akbar dalam film ini, rasa cinta dan kehangatan keluarganya membuat ia mengurungkan diri bergabung dengan 'Negara Islam'.

"Dukungan keluarga bisa membuat keputusan bagi anak tersebut. Itu pesan yang sangat kuat dan menjadi inspirasi bagi saya," ujar Devi Handayani, salah satu penonton.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/wisata-nad-budaya/pemutaran-film-jihad-selfie/7889182
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement